KEBIJAKAN
HUKUM TANAH TERHADAP HAK ULAYAT
DASAR YURIDIS KONSTITUSIONAL
Pasal 18B (2) UUD 1945 : “Negara
mengakui dan menghormati kesatuan2 adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip2
NKRI yang diatur dengan UU.”
Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 bahwa :
“identitas budaya dan hak masyarakat
tradisionil dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Moh.Mahfud MD
“UUPA juga
memberikan tempat yang proporsional bagi hukum adat, seperti yang tersebut
dalam pasal 5 bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
adalah hukum adat yang sudah disaneer
dan tidak bertendensi menantang asas unifikasi. Ini menandakan UUPA berkarakter
responsif, sebab hukum yang memiliki hukum adat dapat dilihat sebagai hukum
yang responsif. Marryman
menyebut tradisi hukum adat menganut strategi pembangunan hukum yang responsif.”
Pasal 5 UUPA
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi,
air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.
Parlindungan
Agar
terhindar dari kesewenang-wenangan negara dalam memperlakukan hak-hak rakyat
akan tanah, maka perlu pengakuan yang lebih serius dalam hak hak ulayat
masyarakat adat. Bahkan lebih dari itu, dalam rangka pemberian suatu hak atas
tanah (umpamanya, hak guna usaha), harus ditanyakan kembali dan mendengar
pendapat masyarakat hukum yang bersangkutan (recognitie)
CCJ.Maasen
& A.P.G.Hens
“yang dinamakan hak ulayat (beschikkingsrecht)
adalah hak desa menurut adat dan kemauannya untuk menguasai tanah dalam
lingkungan daerahnya buat kepentingan anggota-anggotanya atau untuk kepentingan
orang lain (orang asing) dengan membayar kerugian kepada desa, dalam hal mana
desa itu sedikit banyak turut campur dengan pembukaan tanah itu dan turut
bertanggung jawab terhadap perkara-perkara yang terjadi di situ yang belum
dapat diselesaikan.”
Cornelis van Vollenhoven
“Beschikkingsrecht
adalah suatu hak atas tanah yang ada hanya di Indonesia, suatu hak yang tidak
dapat dipecah-pecahkan dan mempunyai dasar keagamaan (religie). Hak tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan hukum perdata eropa (BW).
SYARAT HAK ULAYAT (beschikkingsrecht)
persyaratan akan eksistensi dan
implementasi hak ulayat masyarakat adat.
Pertama, mengenai
eksistensinya, apabila menurut kenyataan masih ada. Di daerah mana hak itu tidak ada lagi
atau memang tidak pernah ada, tidak akan dihidupkan lagi bahkan tidak akan
dilahirkan hak ulayat yang baru.
Kedua, mengenai pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa,
sehingga (1). sesuai dengan kepentingan nasional dan negara berdasarkan atas
persatuan bangsa, serta (2). tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan yang lebih tinggi
HAK ULAYAT DAN
HUKUM ADAT
Mendiskusikan hak ulayat atas tanah (beschikkingsrecht) tidak
dapat dipisahkan dari keberadaan hukum adat di Indonesia itu sendiri, karena
habitat hak ulayat dalam pandangan hukum sesungguhnya berada pada komunitas
masyarakat hukum adat. Karena secara faktual, konseptual dan perseptual,
hukum adat memandang masyarakat sebagai suatu “paguyuban”.
PENGAKUAN HAK
ULAYAT DAN PLURALISME/DUALISME HUKUM
“hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum
adat di samping hukum agraria yang didasarkan hukum barat”.
“Pluralisme Hukum Pertanahan, yakni pengakuan atas berbagai Hak Ulayat
atas Tanah bagi Masyarakat adat di seluruh Nusantara”.
HUKUM NETRAL DAN NON-NETRAL
Hukum
Pertanahan dikategorikan sebagai hukum non-netral, karena terkait dengan adat
istiadat masyarakat setempat sehingga tidak dapat diunifikasi (diseragamkan),
yang dibuktikan dengan adanya hak ulayat masyarakat hukum adat terhadap tanah.
PEMETAAN HAK ULAYAT
F
Adanya
data base Mengenai Hak Ulayat atas Tanah di Indonesia, sehingga
benar-benar faktual adanya hak ulayat.
F
Perlu
dilakukan regulasi dalam Peraturan PerUUan yang berkaitan dengan Tanah,
sehingga tercipta kepastian hukum.
F Sinkronisasi antar
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tanah serta hak ulayat atas
tanah.
F Terjadinya
kepastian batas-batas tanah, sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus Papua
kedua di Indonesia.
Indikator Adanya
Hak Ulayat
a. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya
sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai
warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan
ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
b. unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah
ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup (labensraum) para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya
sehari-hari, dan
c.
unsur hubungan
antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh warga
persekutuan hukum tersebut.
PERKEMBANGAN HAK
PENGELOLAAN
Pasal 2 (4) UUPA
Hak menguasai
negara pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan
masyarakat Hukum Adat, bila diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional.
HPL adalah hak:
?
Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah
?
Mengunakan tanah untuk keperluan sendiri
?
Menyerahkan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga
dengan menerima uang pemasukan
Hak Penguasaan (PP
8/1953)
PMA (PP
9/1965) Masih Bersifat Publik
PMDN (PP 5/1974)
Bergeser Ke Arah Bersifat Komersial
F
F
F
PP 40/1996
Z HPL disebut HMN yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
kepada pemegangnya
Z Diatas HPL dapat diterbitkan HGB, HP berdasarkan perjanjian.
Z Apabila HGB & HP berakhir, wajib dikembalikan kepada pemegang HPL
PMA 9/1999 ttg
Pemberian & Pembatalan Hak Atas Tanah & HPL.
Pemegang HPL
adalah Departemen, Pemda Provinsi & Kabupaten/Kota, BUMN & BUMD &
Badan Otorita.
UU
1/2004
PP
6/2004
-
Semua asset negara tidak dibenarkan digadaikan atau
dijadikan objek hak tanggungan;
-
BOT
tidak boleh dijaminkan
-
Terjadi
pergeseran kembali bahwa HPL menjadi berfungsi Publik
-
Menurut SE 500-468 KBN : aset pemerintah adalah :
?
Tanah2 bukan tanah pihak lain & telah dikuasai secara
fisik oleh pemerintah.
?
Tanah tersebut dipelihara dgn dana pemerintah.
?
Tanah tsb terdaftar sebagai inventaris ins. pemerintah.
?
Tanah tsb secara fisik dikuasai & digunakan oleh
pihak lain & berdasarkan hub. Hk (BOT).
PENGERTIAN
HPL
F Prof. AP.
Parlindungan : HPL adalah hak atas tanah yang tidak diatur dalam UUPA.
F Prof. Budi Harsono
: HPL adalah gempilan dari HMN, pemegang HPL mempunyai kewenangan menggunakan
tanahnya untuk keperluan sendiri tetapi itu bukan tujuan pemberian HPL. Tujuan
utama pemberian HPL adalah bahwa HPL disediakan untuk digunakan bagi orang lain
yang memerlukan.
F Prof Maria : HPL
merupakan merupakan bagian dari HMN, sehingga HPL mempunyai fungsi publik
sebagaimana HMN.
Hukum Tanah (dalam rangka pelatihan profesi
apprasial )
Pengertian :
Agraria, dalam
bahasa latin dikenal dengan ager berarti tanah atau sebidang tanah.
Agrarius berarti
perladangan, persawahan, pertanian ( Kamus Latin Indonesia-
Poerwadarminta, W.J.S, 1960).
Pengertian Agraria
di lingkungan administrasi pemerintahan dipakai dalam arti tanah baik tanah
pertanian maupun non pertanian.
Pengertian Agraria
menurut UUPA :
Pengertian Agraria
dipakai dalam arti yang sangat luas yakni meliputi bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya.
Pengertian Tanah
menurut UUPA :
Tanah adalah
permukaan kulit bumi yang kedalamannya tidak ditentukan secara pasti demikian
juga diatas tanah tersebut.
1.
Hukum Agraria merupakan satu kelompok berbagai bidang
hukum,yang masing-masing mengatur hak penguasaan atas SDA yang termasuk dalam
pengertian Agraria.
2.
Hukum Tanah mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam
arti permukaan bumi.
3.
Hukum
Air mengatur hak-hak penguasaan atas air.
4.
Hukum
Pertambangan yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang
dimaksud dalam undang-undang pertambangan.
5.
Hukum Perikanan, mengatur hak-hak penguasaan atas
kekayaan alam yang terkandung dalam air.
6.
Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur ruang
angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa yang dimaksud pasal 48 UUPA.
Politik Hukum Pertanahan
Zaman kolonial
diatur dalam Agrarische Wet Stb 1870 No.5 yang intinya memberlakukan asas
domain yang berarti tanah-tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya maka
tanah itu menjadi milik raja ( negara).Dan dapat dimanfaatkan perusahaan asing
untuk kepentingan negara kolonial ( penjajah ).
UUPA pasal 33 ayat
3, dimana semua kekayaan yang terkandung didalam bumi dan air dipergunakan
untuk kesejahteraan bangsa/rakyat ( lihat sila ke-5 Pancasila ).
Untuk mewujudkan
pasal 33 ayat 3 maka pemerintah berwenang menguasai terhadap tanah sebagaimana
yang diatur dalam pasal 2 ayat 2 UUPA antara lain:
1.
Negara berwenang mengatur peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan BAR;
2.
Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau
badan hukum mengenai BAR;dan
3.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang/badan hukum dan perbuatan hukum
mengenai BAR.
Melaui asas HMN
(Hak Menguasai Negara) atas tanah maka pemerintah diberikan kewenangan membuat
instrumen-instrumen peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan negara
(lihat alinea 4 pembukaan UUD 45).
Asas-asas
dalam UUPA
1.
Asas
menguasai atas tanah, negara tidak pernah sebagai pemilik tanah tetapi
mempunyai kewenangan melaksanakan pasal 2 ayat 2 UUPA.
2.
Asas
Fungsi Sosial, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (pasal 6 UUPA).
3.
Asas
Hukum Adat, Hukum Agraria kita bersumber kepada hukum adat sejauh tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional (lihat Hak Ulayat).
4.
Asas
Nasionalitas, hanya WNI yang mempunyai hubungan abadi terhadap tanah.
5.
Asas
Kesederajatan, semua warga negara mempunyai hak yang sama terhadap tanah (pasal
9 UUPA).
6.
Asas
Larangan Pemilikan Tanah melampaui batas.
7.
Asas
Perencanaan Umum.
8.
Asas
Pemeliharaan.
9.
Asas
Pemisahan Horizontal.
Hak-Hak
atas Tanah
Menurut Pasal 16 UUPA :
1.
Hak
Milik.
2.
Hak
Guna Usaha.
3.
Hak
Guna Bangunan.
4.
Hak
Pakai.
5.
Hak
Sewa.
6.
Hak
membuka tanah.
7.
Hak memungut hasil hutan.
Hak-hak yang
bersifat sementara :
a.
Hak Gadai.
b.
Hak Usaha bagi hasil.
c.
Hak
menumpang.
d.
Hak
sewa tanah pertanian.
Hak Milik, adalah hak turun temurun
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas tanah dengan mengingat ketentuan
pasal 6 (pasal 20).
Subjeknya : WNI,
Badan Hukum tertentu yang diatur keppres 38 thn. 1963.
Hak Milik dapat
dialihkan dan dijaminkan.
Hak Guna Usaha,
hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang jangka
waktunya 25 thn atau untuk perusahaan diberikan waktu maksimum 35 thn + 25 thn.
Subjeknya WNI,
badan hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia.
HGU dapat
dialihkan dan dijadikan objek hak tanggungan.
Hak Guna Bangunan,
adalah hak mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri.
Jangka waktu 30
thn + 20 thn.
HGB dapat
dialihkan dan dijadikan objek hak tanggungan.
Hak Pakai, adalah
hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh negara atau milik orang lain (lihat pasal 41).
Subjek hak pakai WNI,WNA,
Badan Hukum Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia.
HP lebih lanjut
diatur dalam PP 41 thn 1996 yang menyatakan dapat dialihkan dan dijadikan objek
hak tanggungan.
HP dibagi 2 :
a.
Hak Pakai Privat,yang jangka waktunya ditentukan dan
dapat dijadikan objek hak tanggungan.
b.
Hak Pakai Publik,jangka waktunya tidak ditentukan dan
tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan.
HGU, HGB, dan HP akan berakhir bila :
-
Jangka waktu berakhir.
-
Tanahnya musnah.
-
Dicabut untuk kepentingan umum.
-
Ditelantarkan.
-
Diserahkan secara sukarela kepada negara.
Lembaga Jaminan dalam Sistem Hukum Indonesia
-
Hipotik diatur dalam buku 2 KUH Perdata objeknya pesawat
terbang atau kapal laut dengan volume tertentu.
-
Hak Tanggungan dalam undang-undang no 4 thn 1996 yang
objeknya adalah tanah.
- Fidusia diatur dalam UU no 42 thn 1999
yang objeknya benda bergerak atau piutang.
Dalam praktek yang
dominan dipakai dalam dunia perbankan adalah hak tanggungan dan fidusia.
Rumah Susun (UU no 16 thn 1985).
Pembangunan
condominium atau apartemen dalam peraturan perundang-undangan disebut rumah
susun.Didalam Praktek marketing selalu menawarkan apartemen menggunakan istilah
asing Strata Title.
Sebenarnya istilah
Strata Title tidak dikenal didalam kamus kepustakaan hukum di negara kita
tetapi dalam praktek iklan sering kali digunakan untuk menarik konsumen dalam
rangka pembangunan condominium.
Co berarti
bersama-sama, dominium berarti pemilikan.Istilah condominium dikenal di
Italy,di Inggris dikenal dengan istilah Joint property sedangkan Singapura dan
Australia menggunakan istilah Strata Title.Diantara istilah-istilah tersebut
istilah Strata Title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara
horizontal disamping pemilikan bersama secara vertikal.
Hak milik atas
satuan rumah susun terdiri dari :
1.
Hak Milik (Perorangan) atas SRS.
2.
Hak Bersama :
a.
Tanah bersama.
b.
Benda bersama.
c.
Bagian bersama.
Pemasangan Jaminan
atas Rumah Susun
Menurut pasal 12
Ayat 1 :
Rumah Susun
berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya merupakan atau
kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a.
Dibebani hipotik,jika tanahnya HM atau HGB,
b.
Dibebani Fidusia jika tanahnya HP diatas tanah negara.
Ayat
2 :
Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan
pelunasan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah
susun yang telah direncanakan diatas tanah ybs dan pemberian kreditnya
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan objek yang akan dijadikan jaminan
F
Bila
Objeknya tanah harus dilakukan pemeriksaan legalitas sertifikat;
F
Khusus
HGU, HGB, dan HP perlu diperhatikan jangka waktu berakhirnya objek.
F
Perlu
dipertimbangkan bilamana sertifikat tertulis atas nama beberapa pemilik
sertifikat,sehingga bila terjadi kredit macet kemungkinan tidak ditemukan
hambatan dalam pelelangan objek hak tanggungan.
F
Bila
objek jaminan lebih dari satu perlu diperhatikan apakah letaknya satu hamparan
atau berbeda lokasi secara administratif.
PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
Pembangunan Hukum
~ Dari yang belum ada menjadi ada.
~
Dari yang buruk menjadi baik.
~ Dari yang jelek menjadi indah
~ Dari yang tradisional menjadi modern
~
Dari yang kesemrautan menjadi kepastian.
Pembangunan Hukum
F
Hukum
sebagai sarana ketertiban masyarakat (tool of social control);
F
Hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat (tool of social enginerings);
F
Hukum
sebagai sarana peradaban (tool of civilization)
PEMBAHARUAN HUKUM
? Memperbaiki
hukum yang tidak up to date dengan jalan membuat hukum yang baru.
? Terkait dengan kebutuhan ekonomi sosial dan budaya.
? Memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (living law)
PEMBINAAN HUKUM
Z Upaya
sadar yang dilakukan manusia, terutama pembentuk hukum untuk membangunan,
membentuk, memelihara, mempertahankan, menegakkan dan memperbaharui hukum.
PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
MARIA SW.SUMARDJONO :
1.
Suatu
proses yang berkesinambungan, artinya dilaksanakan dalam suatu kerangka waktu,
tetapi selama tujuan pembaharuan agraria belum tercapai, maka pembaharuan perlu
terus diupayakan.
2.
Berkenaan dengan restrukturisasi pemilikan/penguasaan dan
pemanfaatan SDA oleh masyarakat.
3.
Dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan
perlindungan hukum atas kepemilikan dan pemanfaatan SDA.
URGENSI
PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
? Tujuan UUPA mengakhiri Tuan Tanah.
?
Kesalahan fatal Rezim Orde Baru yang hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi.
? Tanah hanya
dijadikan objek keberlangsungan kegiatan pembangunan.
?
Tertutupnya kesempatan untuk mendapatkan asset dan
akses terhadap tanah.
PRINSIP-PRINSIP PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
Z Menjunjung
tinggi ham.
Z Perlunya
unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi pluralisme hukum.
Z Landreform / restrukturisasi pemilikan dan penguasaan tanah.
Z Keadilan dalam penguasaan dan pemanfaatan sda.
Z Fungsi sosial
atas tanah.
Z Penyelesaian
konflik pertanahan.
Z Perlu pembagian kewenangan antara pusat dan daerah.
Z Transparansi
dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Z Keseimbangan
usaha produksi di bidang pertanahan.
Z Penyiapan
anggaran pembaharuan.
TUJUAN PEMBAHARUAN HUKUM TANAH
Tujuan umum :Pembaharuan ditujukan untuk
menata kembali struktur pemilikan/penguasaan dan pemanfaatan SDA yang adil dan
berkelanjutan.
Tujuan khusus:
a.TUJUAN POLITIK :
? Penghapusan penumpukan SDA di tangan
seseorang;
? Memberdayakan Petani;
? Terciptanya satu masyarakat yang
demokratis;
?
Mengurangi ketidakadilan pemilikan/ penguasaan tanah
serta SDA lainnya.
b.TUJUAN EKONOMI :
Z Peningkatan
Produksi Pertanian;
Z
Mengembangkan peluang pasar untuk produk-produk
pertanian.
Z
Diversifikasi produksi;
Z
Menciptakan peluang kerja tambahan.
c.TUJUAN SOSIAL :
~ Pembagian
pendapatan dan pemilikan SDA secara adil;
~ Mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pembaharuan hukum tanah
F Asas
menguasai
F Fungsi sosial
atas tanah
F Penyederhanaan
hak atas tanah
F Keberadaan
hak ulayat
F Hak
pengelolaan
F Dll
Kebijakan Hak Atas Tanah
Pengertian
HAK:
Menurut Prof Philipus M Hadjon,Hak
adalah kepentingan yang dilindungi hukum,sedangkan kepentingan adalah tuntutan
perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada
hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya.
Menurut
Prof Sudikno Mertokusumo,Hak merupakan hubungan hukum antara subjek hak
dgn objek hak dimana hubungan tsb dilindungi oleh hukum.
Dari beberapa
pendapat diatas maka Hak Tanah berisi kewenangan:
1.
Hak untuk memiliki sesuatu,pemilik berhak memiliki
tanah.Apabila pemilik tsb mendapat gangguan pemilik dapat mengajukan tuntutan
untuk mengembalikan tanah yg menjadi miliknya.
2.
Hak untuk menggunakan dan menikmati manfaat tanah.
3.
Hak untuk memakai tanah.
4.
Hak untuk mengalihkan atau melakukan perbuatan hukum
bahkan sampai melepaskan hubungan hukumnya.
Hak Atas Tanah
Jenis hak atas
tanah menurut pasal 16 UUPA:
1.
Hak Milik.
2.
Hak Guna Usaha.
3.
Hak Guna Bangunan.
4.
Hak Pakai.
5.
Hak Sewa.
6.
Hak membuka Tanah.
7.
Hak memungut hasil hutan.
8.
Hak lain yang tidak termasuk dalam hak diatas yang
bersifat sementara.Mis:Hak Gadai.
Pengaturan HAT
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan,sehingga dalam
pelaksanaanya menimbulkan berbagai macam mekanisme penetapan hak .
?
Akibatnya dalam penerapan terjadi multi tafsir yang
berbeda-beda apalagi dengan adanya Lembaga HPL.
?
Pelaksanaan dalam praktek menimbulkan penyimpangan dalam
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
?
Untuk mengakomodasi kepentingan diatas maka perlu
pengaturan Hak Atas Tanah secara komprehensif.
Beberapa Latar Belakang Perlunya Disusun
Undang – Undang HAT:
F Perintah peraturan
perundang-undangan TAP IX/MPR/2001, tentang Pembaharuan Hukum Agraria.
Intinya:
menghendaki adanya proses yg berkesinambungan untuk menata kembali pengusaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan SDA, sehingga tercapai kepastian hk,
keadilan dan kemakmuran rakyat.
Pasal 5 TAP tsb
mengamanatkan kebijakan pembaharuan hukum agraria melalui pengkajian ulang
tehadap berbagai per.UU-an, karena terjadi tumpang-tindih dalam pengaturannya.
F Undang-undang
5/1960 ttg UUPA:
-
Hanya mengatur asas-asas dan pokok-pokok saja.
-
Materi muatan dalam undang-undang ini berkaitan dengan
tanah,dan masih harus dilengkapi dengan per.UU-an.
F KEPPRES 34/2003
ttg kebijakan nasional dalam bidang pertanahan:
-
Keppres ini melanjutkan TAP IX/2001 yang memerintahakan
kepada BPN melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan HAT.
F Permasalahan dalam
jenis HAT:
~
Tehadap HAT tidak jelas kriteria isi, kewenangan pemegang
hak.
~
Menurut Prof Budi Harsono untuk menghindari multi tafsir,
maka dalam suatu hak harus meliputi
kewenangan, kewajiban pemegang hak.
Misal:
F HGB & HGU
tidak terdapat pengaturan kewenangan:
?
HGB untuk mendirikan bangunan.
?
HGU untuk
mengusahakan pertanian dalam arti luas.
F HM & HP, dalam
hak ini tidak terlihat kewenangan menggunakan tanah,sehingga dapat dipergunakan
utk segala keperluan.
F Lapangan Golf
biasanya diberi HGB padahal hanya sebagian kecil yang dibangun selebihnya lapangan rumput dan
pohon,jadi yang cocok diberikan Hak Pakai.
F Perlu penyelesaian
status tanah negara yang bersal dari tanah parteklir,bekas tanah hak barat dan
tanah swapraja.
F Tidak adanya
perlindungan tanah yang dipergunakan sebagai cagar budaya,benda purbakala,situs
dalam UUPA.
F Perlu revitalisasi
land reform dan konsolidasi tanah:
?
Pembekuan implementasi land reform perlu dibangkitkan
sesuai dengan perkembangan perubahan politik pertanahan terakhir.
?
Sedapat mungkin mencegah alih fungsi lahan.
?
Untuk mengamankan ketersediaan pangan
nasional.Konsolidasi tanah:
Z
Oleh negara.
Z
Kerjasama dengan swasta.
Dari latar
belakang tersebut diatas maka pengaturan
HAT dan penyederhanaan Hak Tanah perlu dikaji lebih lanjut serta disesuaikan
dengan kebutuhan yang lebih banyak dan tuntutan Global.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.