Hukum Pidana


Istilah hukum pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Straf Recht. Straf berarti pidana dan recht berarti hukum.

Pengertian Hukum Pidana
Menurut Soedarto bahwa hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.
  1. Maka KUHP memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan orang yang diancam pidana, artinya memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan pengadilan menjatuhkan pidana.
  2. KUHP menetapkan dan mengumumkan reaksi apa yang akan diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu

Dilain pihak menurut Moeljanto mengartikan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
a.       Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan dilarang dan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
b.      Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan
c.       Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Pengertian hukum pidana dari Soedarto merupakan pengertian yang sempit, oleh karena pengertian tersebut hanya merupakan pengertian yang meteril saja, karena dalam kenyataan terdapat juga hukum pidana formal yang dikenal dengan hukum acara pidana  ( KUHAP).
Pengertian hukum pidana menurut Moeljanto merupakan pengertian yang lengkap dan luas, oleh karena selain meliputi hukum pidana meteril juga memuat hukum  pidana formal. Pengertian hukum pidana menurut Moeljanto termasuk juga hukum pidana adat karena merupakan bagian dari hukum yang berlaku dari suatu negara.

Tujuan Hukum Pidana Dasar Pembenaran Dan Tujuan Pidana
Tujuan Hukum Pidana
Menurut Wirjono Pprodjodikoro bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memenuhi rasa keadilan.
Menurut Tirtaamidajaja hukum pidana bertujuan untuk melindungi masyarakat.
E.Y Kanter dan SR Sianturi menyatakan bahwa tujuan hukum pidana untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau HAM dan melindungi kepentingan masyarakat dan negara dengan pertimbangan yang serasi dari kejahatan/ tindakan tercela disatu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang dilain pihak.

Secara teori terdapat 3 aliran tentang tujuan dari hukum pidana
Aliran Klasik
Menurut aliran Klasik tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan perseorangan terhadap kekuasaan negara. teori ini dipelopori oleh Beccaria seorang bang sawan Italia yang menulis sebuah buku dengan judul “dei delitti e dellepene”. teori Beccaria didasari oleh kesewenang-wenangan raja dalam penjatuhan pidana terhadap warganya, sebagaimana terjadi dalam kasus Jean Calas yang dituduh telah membunuh anaknya padahal kematian anaknya tersebut disebabkan oleh bunuh diri. Dengan adanya kasus J.Calas tersebut JJ Roseau dan Montesquieu menuntut agar kekuasaan raja dibatasi oleh UU

Aliran Modern
Menurut aliran modern atau disebut juga aliran kriminologi/ aliran positif bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat terhadap kejahatan.
aliran ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan krimimologi. Para sarjana hukum pidana yang termasuk dalam aliran modern lebih memperhatikan penjahat, sebab-sebab penjahat melakukan perbuatan jahat, serta cara untuk menanggulangi kejahatan itu dari pada perbuatan jahatnya.
Aliran modern berpegangan  pada asas “ setiap penjahat harus mendapatkan teraapi yang ia butuhkan” dengan kata lain  bahwa asas ini mengatakan bahwa setiap penjahat harus dianggap orang yang menderita sakit sosial yang memerlukan penyembuhan. maka pidana hendaknya diganti dengan tindakan yang berfungsi melindungi masyarakat terhadap kejahatan. Tujuan dari aliran ini adalah “ mengindividualisasikan” hukum pidana yaitu menyesuaikan hukum pdana dengan pribadi pembuat pidana

Aliran Sosiologis
Merupakan aliran kompromis dari kedua aliran diatas yaitu dengan mengambil sistem pidana dan hukum pidana yang didasarkan atas kesalahan dari aliran klasik dan mengambil sistem tindakan yang melindingi masyarakat terhadap kejahatan dari aliran modern.

Dasar Pembenaran Pidana
Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah menjatuhkan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana
Pidana berupa penderitaan yang sengaja dijatuhkan negara kepada seseorang yang telah melakukan suatu tindakan pidana. secara teori terdaapt 3 alasan/ teori kenapa negara menjatuhkan pidana terhadap seseorang:
  1. Teori Absolut/ Pembalasan
  2. Teori Relatif/ Tujuan
  3. Teori gabungan dari teori diatas.


Teori Absolut/ Teori Pembalasan
Bahwa penjatuhan pidana dibenarkan semata-mata karena orang telah melakuan suatu kejahatan. Pidana itu merupakan akibat hukum yang mutlak harus ada sebagi suatu pembalasan kepada orang yang telah melakuan kejahatan. jadi dasar pembenaran pidana terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri.
yang menjadi dasar dalam teori pembalasan adalah “ Darah Dibayar Darah, Nyawa Dibayar Nyawa” jadi pidana dalam teori pembalasan semata–mata hanya untuk memberikan penderitaan kepada orang yang telah melakukan kejahatan bukan untuk mencapai suatu tujuan seperti memperbaki sipenjahat.

Teori Relatif Atau Teori  Tujuan
Bahwa tujuan pidana itu bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. jadi dasar pembenarnya terletak pada tujuan pemidanaan itu sendiri maka tujuan pidana yaitu:
  1. Untuk menentramkan masyarakat yang gelisah, karena sebagai akibat telah terjadinya kejahatan
  2. Untuk mencegah kejahatan yang dapat dibedakan atas pencegahan umum dan penjegahan khusus

Pencegahan umum, didasarkan kepada pikiran bahwa pidana itu dimaksudkan untuk mencegah setiap orang yang akan melakukan kejahatan dengan cara:
  1. Mengadakan ancaman pidana yang cukup berat untuk menakut-nakuti orang–orang agar tidak melakukan kejahatan.
  2. Dengan menjatuhkan pidana dan melaksanakan pidana yang dilakukan dengan cara yang kejam sekali dan dipertotntonkan kepada umum
Pencegahan khusus, didasarkan pada pikiran bahwa pidana itu dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatan denagn cara:
  1. Memperbaiki penjahat. Berupa pendidikan, pemberian keterampilan khusus
  2. Dengan menyingkirkan sipenjahat dari pergaulan masyarakat yaitu dengan pidana Seumur hidup atau pidana mati.

Teori Gabungan
Teori ini merupakan gabungan teori absolut dan teori tujuan dengan dasar pembenaran terletak pada kejahatanya maupun pada tujuan pidananya. Dianut oleh Karl Binding.
Lahir sebagai akibat adanya kelemahan pada kedua teori diatas yaitu sebagai berikut:
  • penjatuhan pidana sebagai pembalasan dapat menimbulkan ketidakadilan
  • Jika dasar pemidanaan sebagi pembalasan mengapa hanya negara yang berhak menjatuhkan pidana
  • Pidana sebagai pembalasan tidak bermanfaat bagi masyarakat.
  • Pidana hanya ditujukan untuk mencegah kejahatan baik untuk menakut-nakuti maupun sanksi kepada orang yang melakukan kejahatan memungkinkan menimbulkan ketidak adilan
  • Pidana yang berat tidak akan memenuhi keadilan jika terbuti kejahatanya itu bersifat ringan.
  • Kesadaran hukum masyarakat membutuhkan kepusaan artinya baik masyarakat maupun penjahatnya harus diberikan kepuasan sesuai dengan perikeadilan.

Determinasi Dan Indeterminasi
Seseorang dalam melakukan kejahatan dilandasi pertanyaan apakah kehendak seseorang manusia pada hakikatnya adalah bebas dari pengaruh ( indeterminasi) atau justru selalu terpengaruh oleh kekuatan dari luar ( determinasi) dalam melakukan kejahatan. Kata kehendak mempunyai arti yang sempit yaitu suatu kehendak yang sudah selesai terbentuk, tinggal dilaksanakan saja.
Maka menurut kedua paham tersebut dalam hukum pidana bahwa seseorang yang melakukan kejahatan, menurut faham indetrminasi diangap mempunyai kehendak untuk itu, tanpa dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar dari dirinya, sedangkan menurut faham determinasi kehendak itu selalu ditentukan oleh kekuatan-kekutan itu. Dengan kata lain menurut faham indeterminasi seseorang penjahat dapat dimintai pertanggung jawabanya atas perbuatanya, sedangkan menurut faham determinasi tidak dapat atau sukar sipenjahat bertangung jawab atas perbuatanya.
Faham indetrminasi mempunyai dasar relijius yaitu bahwa Tuham memberi seseorang manusia alat berfikir untuk mampu mempunyai kehendak yang bebas


Hukum Pidana Dan Kriminologi
Ilmu hukum pidana merupakan bagian dari ilmu hukum pada umumnya yaitu yang mempelajari hukum pidana. Objek hukum pidana adalah peraturan-peraturan hukum pidana positif, yaitu hukum pidana yang berlaku pada suatu waktu dan negara tertentu.
Tugas utama ilmu hukum pidana adalah mempelajari dan menjelaskan asas-asas yang menjadi dasar dari peraturan-peraturan hukum pidana positif, mempelajari dan menjelaskan hubungan antara asas yang satu dengan yang lainya, setelah dipahami hubungan itu maka ditempatkan dalam suatu sistematika agar dapat dipahami apa yang dimaksud dengan hukum pidana positif

Krimiologi
Secara etimologi perkataan kriminologi berasal dari dua buah kata yaitu crimen ( kejahatan) dan logos        (ilmu) jadi kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan. Secara luas kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab-sebab timbulnya kejahatan (etiologi kriminal) serta mempelajari cara-cara untuk memberantas kejahatan itu (politik kriminal).

Etiologo Kriminal
Berasal dari perkataan aethos yang berarti sebab-sebab. Etiologi kriminal itu terdiri dari tiga aliran/mahjab
  1. Mahzab Italia
  2. Mahzab Prancis
  3. Mahzab Bio-Sosiologis

Mahzab Italia
Dikenal juga dengan aliran biologis atau aliran positif atau aliran antripologis. Dipelopori oleh Cesare Lombroso dalam bukunya “ L Uomo deliquente”/ manusia penjahat.
Menurut aliran ini manusia jahat itu merupakan pembawan atau bakat atau watak dari kelahiran. jadi mereka dilahirkan untuk menjadi penjahat, dan bakat jahat itu dapat diketahui dari ciri-ciri atau tanda-tanda bilogis yang melekat pada tubuh dan jiwa mereka. Ciri-ciri atau tanda-tanda pada anatomi seperti kening kepala yang menonjol kedepan dan dahi yang agak miring, mata kecil yang letaknya sangat dalam yang berada dalam rongga mata besar, tulang pipi yang agak menonjol, lubang hidung yang terlalau besar, pertumbuhan rambut yang tebal dan keriting dan lain-lain. Sedangkan ciri-ciri yang terdapat pada jiwa seperti tidak mempunyai rasa penyesalan dan rasa belas kasihan, tahan menderita, gila hias, malas, kejam dan lain-lain. Manusia yang mempunyai ciri-ciri seperti tersebut menurut Lambroso dihinggapai bakat jahat yaitu bahwa cepat lambat tentu akan menjadi penjahat. Teori Lambroso sangat terekenal dengan sebutan manusia penjahat karena kelahiran ( leer van de geborn misdadiger)

Mahzab Prancis Atau Aliran Sosiologis Atau Aliran Melieu ( Lingkungan)
Dilahirkan oleh Lacassagne. Menurut aliran ini kejahatan bukan karena faktor orangnya melainkan faktor milieu atau lingkungan yang buruk disekitar orang itu, misalnya perumahan yang sangat jelek/ buruk, kepadatan populasi yang sangat padat,  kemiskinan dan lain-lain.
Kejahatan bukan suatu gejala yang antropologis, melainkan gejala sosiologis, seperti kejadian-kejadian sosial lainya ditentukan oleh hukum meniru.

Mahzab Bio-Sosiologis
Dipelopori oleh Enrico Ferri, menurut aliran ini menusia melakukan kejahatan dipengaruhi oleh baik pembawaan maupun oleh lingkungan dimana ia berada. jadi merupakan kombinasi pengaruh bersama faktor individual, sosial dan fisik.

Politik Kriminal
Tugas utama dari politik kriminal adalah menemukan cara-cara dalam memberantas kejahatan. Terdapat dua cara yaitu cara kemasyarakatan dan cara perorangan.
Cara kemasyarakatan adalah dengan cara memperbaiki masyarakat seperti memperbaki jaminan sosial, meniadakan penganguran, mengadakan perumahan yang layak, mengaktifkan kebudayaan, mengadakan pendidikan yang bermutu , mengadakan siskamling, memberantas kejahatan narkotik dan lain-lain.
dengan cara perseorangan seperti pemidanaan atau penindakan yang bertujuan untuk mendidik dan memperbaiki masyarakat supaya aktif berperan orang–orang yang a sosial.

Dalam hal ini ilmu krominologi dapat menyumbangkan bahan-bahan kepada hukum pidana, yang diperlukan untuk menyesuaikan hukum pidana dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dalam memberantas kejahatan. Bahan-bahan tersebut akan dijadikan kajian bagi pembentuk UU dalam menysusun hukum pidana ( KUHP)

Daya Berlaku Hukum Pidana
Dalam hukum pidana daya berlaku ketentuan hukum tersebut terbagai kedalam:
  1. Daya berlaku pidana menurut waktu
  2. Daya berlaku menurut tempat

Daya Berlaku Menurut Waktu
Terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa “ Sutu Perbuatan Tidak Dapt Dipidana, Kecuali Berdasarkan Kekuatan Ketentuan Perundang-Undangan Pidana Yang Telah Ada”.
dalam pasal tersebut terdapat Asas Legalitas.
Asas tersebut dalam hukum pidana dikenal dengan nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali yang berarti tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan UU yang lebih dahulu ada dari perbuatan yang dilakukan tersebut / yang mengancam dengan pidana. Dirumuskan oleh V. Feuerbach Anslem. Asas legalitas memberikan fungsi menjamin yang berarti berfungsi untuk melindungi dan fungsi sebagai instrumental. Asas tersebut berfungsi juga un tuk  menjamin adanya kepastian hukum
  • Fungsi melindungi adalah melindungi seseorang dari kesewenangan pemerintah dalam menjatuhkan pidana
  • Fungsi instrumental undang-undanga pidana didalam batas-batas yag ditentukan oleh uu, pelaksanaan kekuasan oleh pemerintah tegas-tegas diperbolehkan.

Konsep Anslem dalam merumuskan asas legalitas adalah sebagai beraikut:
1.      Nulla poena sine lege ( tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menuut UU)
2.      Nula poena sine crimine ( tidak ada pidana tanpa tindak idana)
3.      Nullum crimen sine poena egali ( tidak ada tindak pidana, tanpa pidana menurut UU)
Asas legalitas mempunyai konsekuensi/pengertian sebagai berikut:
  1. Tidak ada suatu perbuatan yang dilarang ( diharuskan) dan diancam dengan pidana, jika sebelumnya tidak diatur dalam suatu ketentuan UU
  2. Untuk menentukan tindak pidana tidak boleh menggunakan analogi
  3. Ketentuan-ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut

ad) 1.
Profesor POMPE mengatakan ayat pertama pasal 1 KUHP memuat dua peraturan yaitu[1]:
  • Bahwa apa yang disebut tindak pidana itu harus dirumuskan dalam sutu ketentuan pidana menurut UU.
  • Bahwa ketentuan  pidana tersebut haruslah telah ada terlebih dahulu dari pada perbuatanya itu sendiri.
Menurut  Nico Keijzer mengatakan bahwa azas legalitas itu memberikan fungsi menjamin kepada Undang-Undang pidana, dimana fungsi ini bekerja ganda yaitu sebagai fungsi melindungi dan fungsi instrumental. Fungsi melindungi UU pidana adalah UU yang tanpa batas dari pemerintah, fungsi instrumental UU pidana adalah didalam batas-batas yang ditentukan oleh UU, pelaksanaan kekuasaan oleh pemerintah tegas-tegas diperbolehkan.

ad) 2
Analogi terjadi apabila suatu peraturan hukum menyebut dengan tegas suatu kejadian yang diatur, tetapi peraturan itu digunakan juga terhadap kejadian lain yang secara jelas tidak disebut/ diatur dalam peraturan itu, tetapi banyak persamanya dengan kejadian yang disebut tadi. Dilarangnya penggunaan analogi dalam hukum pidana itu adalah dengan maksud agar suatu perbuatan yang semula bukan merupakan perbuatan yang terlarang menurut UU itu, jangan sampai kemudian secara analogis dipandang sebagai perbuatan yang terlarang, hingga pelakunya dapat dihukum karena telah melakukan perbuatan yang sebenarnya tidak pernah dinyatakan sebagai perbuatan yang terlarang menurut UU
Di Rusia pada tahun 1926 dan Jerman pada tahun 1935, ditentukan secara tegas bahwa analogi diperbolehkan dalam hukum pidana, dengan alasan bahwa perbuatan seorang oknum tidak hanya diukur berdasar atas perumusan dalam peraturan hukum pidana, melainkan juga diukur atas pertanyaan, sampai dimana seorang oknum melakukan suatu perbuatan yang berbahaya bagi masyarakat sesuai dengan perasaan rakyat.[2]

ad) 3
Undang-undang pidana yang berlaku dinegara kita tidak dapat diberlakukan surut Undang-undang pidana dalam arti material ( KUHP) tetap merupakan suatu undang-undang, maka sudah wajar apabila ia terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah perundang-undangan di Indonesia. Dalam algemene bepalingen van wetgeving voor indonesie yang telah diundangkan dalam Stb 1847 no 23 dengan nama AB. Pasal 2 dari AB tersebut menentukan bahwa“de wet verbindt alleen voor het toekomende en heeft geene terugwerkende kracht” yang artinya bahwa undang-undang itu hanyalah berkenaan dengan hal-hal yang akan datang dan tidak mempunyai kekuatan berlaku secara surut. Ini berarti bahwa UU pidana yang berlaku dinegara kita hanya dapat diberlakukan bagi tindakan-tindakan yang telah dilakukan orang setelah UU pidana tersebut mempunyai kekuatan hukum untuk diberlakukan sebagai UU.

Daya Berlaku Menurut Tempat
menuurt ilmu hukum pidana dalam daya berlaku menurut tempat dikenal 4 asas yaitu:
  1. Asas teritorial/asas kewilayahan
  2. Asas nasionalitas aktif/ asas personalitas
  3. Ass nasionalitas pasif/ asas perlindungan
  4. Asas universalitas

Ad)1 Teritorial
asass teritorialitas merupakan asas pokok sedangkan asas yang lain merupakan asas tambahan                      ( acessoir)/ sekunder. Menurut asas tersebut bahwa perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi setiap tindak pidana yang terjadi didalam wilayah suatu negara, yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga negara maupun sebagai warga negara asing.
Pasal 2 KUHP berbunyi ketentuan pidana dalam perundang undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. yang harus ditekankan adalah bahwa tindak pidana yang dilakukan harus berada diwilayah Indonesia bukan kriteria pembuat tindak pidana harus berada diwilayanh Indonesia.
Pasal 3 KUHP ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau dalam pesawat Indonesia. yang disebut dengan kapal atau perahu Indonesia adalah kapal/ perahu yang mempunyai surat laut atau pas atau surat izin pengganti sementara atas nama Indoneisa/ didaftarkan sebagai.
menurut pasal 1 penetapan surat laut dan pas kapal tahun 1934  Stb no 78 tahun 1934 jo statblad no 565 tahun 1935 bahwa yang dimaksud dengan kapal laut adalah setiap kendaraan air yang digunakan untuk berlayar dilaut atau yang dibuat dengan maksud yang sama. Bahwa yang diamaksud kapal laut Indonesia adalah kapal laut yang dimiliki oleh seseorang atau lebih warga negara Indonesia atau 2/3 dimiliki oleh warga negara Indonesia dan selebihnaya dimiliki oleh  orang lain ( asing) yang berdiam di Indonesia
Arti pesawat udara Indoensia dilihat dalam pasal 95a KUHP adalah “ pesawat udara yang didaftarkan di Indonesia, termasuk pula adalah pesawat asing yang disewa tanpa awak pesawat dan dioprasikan oleh perusahaan penerbagangan Indonesia

Ad) 2 Asas Nasionalitas Aktif/ Asas Personalitas
Bahwa perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi setiap warga negara Indonseia yang melakukan tindak pidana tertentu diluar wilayah negara atau diluar negeri.Dasar pemikiranya adalah kedaulatan negara. “ Bahwa setiap negara yang berdaulat menghendaki agar setiap warganya tunduk kepada perundang-undangan hukum pidana negaranya dimanapun ia berada.
  1. Kejahatan yang dapat diancam seperti kejahatan yang tercantum dalam pasal 160,161, 240, 279, 450, dan 451.
  2. Suatu tindak pidana yang menurut hukum pidana Indonesia masuk golongan kejahtan dan yang menururut hukum pidana dari negara tempat tidak pidana itu dilakukan, juga diancam dengan pidana.

Ketentuan pidana juga berlaku untuk setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana-tindak pidana tertentu diluar negeri. Tindak pidana tersebut dapat dibagi dalam dua golongan:
1) Kejahatan seperti yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP dibawah ini
  1. Kejahatan terhadap keamanan negara, pasal 104 -129 KUHP
  2. Kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil prsiden, pasal 131 – 139 KUHP
  3. Menghasut pasal 160 KUHP
  4. Menyiarkan tuluisan yang bertujuan menghasut pasal 161
  5. Dengan sengaja memuat dirinya atau orang lain tidak mampu dalam pembelan negara pasal 240 jo   pasal 30 UUDNRI 1945
  6. Dwinikah pasal 279
  7. Pembajakan laut pasal 450 dan 451 KUHP

2) Sesuatu perbuatan yang menurut  perundang-undangan hukum pidana Indonesia dipandang sebagai kejahatan dan juga dapat dipidana oleh negara asing, tempat perbuatan itu dilakukan yang memunginkan harus dipenuhi syarat-sysrata:
§  Kejahatan menuruut perundang- undangan Indonesia
§  Dapat dipidana oleh hukum pidana negara asing ditempat itu perbuatan dilakukan.

Ad) 3 Asas Nasionalitas Pasif
Berlakunya perudang- undangan hukum pidana didasarkan kepada kepentingan hukum suatu negara yang dilanggar oleh seseorang diluar wilayah negara atau diluar negeri. Dan disini tidak menjadi masalah tentang sipelaku tindak pidana apakah warga negara setempat atau warga negara asing. dasar hukumnya adalah setiap negara wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya yang dilanggar diluar wilayah atau diluar negeri. Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 4 ayat 1, 2, dan 3; pasal 7, dan pasal 8.
Dalam pasal 4 berbunyi “ Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan diluar Indonesia:
  1. Kejahatan berdsarkan pasal 104, 106-108, 111 bis ayat 1, 127, dan 131.
  2. Kejaatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia.
  3. Pemalsuan surat utang atau sertifikat utang atas tanggungan Indonesia, atas tangungan suatu daerah atau bagian daerah Indoensia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut diatas yang palsu atau dipalsukan seolah-olah asli atau tidak dipalsukan.

pasal 7 “ Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang diluar Indoensia melakukan salah satu tindak pidana sebagai mana dimaksudkan dalam bab XXVIII buku kedua”
pasal 8 “ Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indoensia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu yang diluar Indonseia sekalipun diluar perahu melakuan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab XXIX buku kedua dan bab IX buku ketiga begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Idonesia, maupun dalam ordonansi perkapalan. adapaun yang dimaksud dengan :
  • Nahkoda adalah orang yang memegang kekusaaan dalam perahu atau yang mewakilinya ( pasal 93 ayat 1)
  • Penumpang perahu adalah senua orang yang ada dalam perahu kecuali nahkoda ( pasal 93 ayat 2)

Ad) 4 Asas Universalitas
Berlakunya perundang-undangan hukum pidana didasarkan kepada kepentingan hukum seluruh dunia yang dilanggar oleh seseorang.


Tindak Pidana
Berasal dari terjemahan bahasa Belanda straafbaar feit, dikenal juga dengan istilah delict yang berasal dari bahasa latin yaitu delictum dan dalam bahasa Indonesia digunakan  istilah delik
Istilah yang paling populer adalah istilah tindak pidana. pengunaan istilah tindak pidana dipakai dengan alasan:
  1. Penggunaan istilah tindak pidana dipakai, karena jika ditinjau dari segi sosio yuridis hampir semua perundang-undangan pidana memakai istilah tindak pidana
  2. Semua instansi penegak hukum dan hampir seluruhnya para penegak hukum menggunakan istilah tindak pidana




Pengertian Tindak Pidana
Menurut Simons dan Van Hamel
Simons mengartikan straafbaar feit adalah kelakuan (hendelling)  yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab
Van Hamel mengartikan straafbaar feit tidak berbeda dengan pengertian menurut simon dengan menambah bahwa kelakuan itu harus patut dipidana.
menurut Moeljanto dengan memakai istilah perbuatan pidana mendefenisikan adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
menuruut rancangan KUHP 2005  tindak pidana diartikan secara jelas yaitu perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang terlarang dan diancam dengan pidana


Unsur-Unsur Tindak Pidana
menurut Moeljanto terdapat unsur formal dan material
Unsur formal
  1. Perbuatan manusia
  2. Perbuatan itu dilarang oleh suatau aturan hukum
  3. Larangan itu disertai ancaman yang berupa pidana tertentu
  4. Dan larangan itu dilanggar oleh manusia
Unsur material
Perbuatan itu harus bersifat melawan hukum, yaitu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan

Menurut RKUHP
Unsur formal
  1. Perbuatan sesuatu
  2. Perbuatan itu dilakukan atau tidak dilakukan
  3. Perbuatan itu oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbutan yang dilarang
  4. Perbuatan tersebut oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan pidana
Unsur material
Perbuatan itu harus bertentangan dengan hukum (wederiechtelijkheid/rechtsdrigkeit), yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan.

Dalam ilmu hukum pidana unsur-unsur tindak pidana dibedakandaladua macam yaitu unsur objektif dan unsur subjektif

unsur objektif
adalah unsur yang terdapat diluar dari diri sipelaku tindak pidana. menurut Lamintang unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadan, yaitu di dalam keadaan-keadan mana tindakan-tindakan dari sipelaku harus dlakukan. yang terdiri dari:
1)      perbuatan atau kelakuan manusia
2)      akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik
3)      unsur melawan hukum
4)      unsur lain yang menentukan tindak pidana
5)      unsur yang memberatkan pidana
6)      unsur tambahan yang menentukan tindak pidana

ket:
§  unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana
yaitu untuk dapat memperoleh sifat tindakpidananya memerluakn hal-ha objektif yang menyertainya, seperti penghasutan ( 160 KUHP), pengemisan ( 504), melanggar kesusilan (282), mabuk ( 536) tindak pidana tersebut harus dilakukan dilakuakndimuka umum, melarikanwanita yagn walaupun dapat peretujuan dari siwanita, akan tetapi orang tuanay tidak menyetujuainya ( 332 ayat 1). unsur-unsur tersebut harus ada pada waktu perbuatan dilakukan, oleh karenya disebut denagn yang menentukan sifat tindak pidana
§  unsur yang memberatkan pidana
terdapat dalamdelik yang dikualifikasikan oelh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu.seperti merampas kemerdekaan seseorang ( 333), penganiayaan ( 351). dari usur ini yang ditekankanadalah adanayakibat lanjutan dari tindakan awal.
§  unsur yang menentukan tindak pidana
ditekankan kepada jika terjadinya tindak pdana seperti pasal 123 ( menjadi tentara asing padahal- tentara asing terseut bertujuan untuk menyerang negara kita ),delik omisi ( 164 dan 165), membujuk untuk bunuh diri ( 345 KUHP) dan lain-lain.

Unsur Subjektif
adalah unsur yang terdapat dalam diri sipelaku tindak pidana
meliputi:

  1. Kesengajaan, pasal 281,333, 338 KUHP.
  2. Kealfaan, merampas kemerdekan 334, menyebabkan mati 359 KUHP
  3. Niat, percobaan 53 KUHP
  4. Maksud, pencurian 362, pemerasan 368, penipuan 372 KUHP dan lain-lain.
  5. Dengan rencana terlebih dahulu, pembunuhan berencana 340, membunuh anak sendiri dengan rencana 342 KUHP.
  6. Perasan takut, membuang anak sendiri 308, membunuh anak sendiri 341 KUHP dan lain-lain

JM Van Bemmelemen membedakan unsur-unsur tindak pidana dengan apa yang disebut dengan:
  1. Bagian-bagian delik
  2. Unsur-unsur/elemen delik

Perkataan unsur-unsur tindak pidana mempunyai pengertian yang luas sebab meliputi bagian-bagian delik dan unsur-unsur delik. yang dimaksud dengan bagian-bagaian delik ( bestedeklen van het delict) adalah:
  1. Terdapat didalam rumusan delik
  2. Oleh penuntut umum harus dicantukan dalam surat tuduhan
  3. Harus dibuktikan didalam pengadilan
  4. Bila tidak dapat dibuktikan hakim harus membebaskanya

Unsur atau elemen delik
  1. Tidak terdapat didalam rumusan delik
  2. Harus juga diisyaratkan didalam rumusan delik
  3. Oleh penuntut umum tidak perlu dicantumkan didalam surat tuduhan dan dengan sendirinya tidak perlu dibuktikan didalam pengadilan
  4. Bila terdapat keragu-raguan mengenai salah satu elemen hakim harus melepaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum.

jenis-jenis tindak pidana
Dapat digolongkan menjadi:
  1. jenis tindak pidana menurut KUHP
  2. jenis pidana menurut doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana
Menurut KUHP
KUHP terdiri atas 569 pasl yang terbagi menajdi tiga buku
  1. Buku I merupakan pendahuluan yang terdiri dari aturan-aturan umum dari pasal 1-103
  2. Buku II berisi tentang kejahatan, pasal 104-488
  3. Buku III berisi tentang pelanggaran, pasal 489-569
Menurut ilmu hukum pidana yang daitur dalam buku I disebut dengan ajaran-ajaran umum ( algemene- leerstukken) sedangkan yang diatur dalam buku II dan buku III disebut dengan delik-delik khusus               ( bizondere delicten atau speciale delicten).
maka menurut KUHP tindak pidana digolongkan menjadi:
  1. Kejahatan ( misdrijven)
  2. Pelanggaran ( overtredingen)

note:
Kejahatan adalah delik hukum ( rechtdelict) yaitu apabila sejak semula sudah dapat dirasakan bahwa perbuatan tersebut telah bertentangan dengan hukum, sebelum ditentukan didalam Undang-undang. contoh pembunuhan, pencurian, perkosaan dan lain-lain.
Pelangaran adalah delik UU ( wetsdelict) yaitu merupakan perbuatan yang dirasakan bertentangan dengan hukum apabila sudah ditentukan dalam UU. contoh pengemisan, gelandangan, pelangaran lalu lintas jalan dan lain-lain.


Jenis-Jenis Tindak Pidana Menurut Doktrin Atau Ilmu Pengetahuan

  1. Delik formal dan delik materil, delik formal/delik dengan perumusan formal ( delict met formele omshrijving) yaitu delik yang terjadi dengan dilakukanya suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh UU. Contoh penghasutan, menyuap/penyuapan aktif, pemalsuan surat, pencurian. Sedangkan delik material ( delict met materiele omschrijving) yaitu delik yang baru dianggap terjadi setelah timbulnya akibat yang dilarang oleh UU. Contoh pembunuhan, penganiayaan
  2. Delik komisi dan delik omisi, delik komisi ( commissie delict) adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan didalam UU. Dapat berupa delik formal maupun delik material. Delik omisi (omissie delict) adalah delik berupa pelanggaran terhadap keharusan/perintah didalam atau oleh UU.
  3. Delik berdiri sendiri dan delik lanjutan, delik berdiri sendiri adalah delik yang hanya terdiri atas  satu perbuatan tertentu. Misalnya pembunuhan dan pencurian. Delik lanjutan adalah delik yang terdiri atas beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan yang erat, sehinga dapat dianggap sebagai perbutan lanjutan. Contoh pembantu rumah tangga yang mencuri uang majikan Rp 100.000,00 dan uang itu diambil setiap hari sebanyak Rp 10.000,00 sehingga habis dalam jangka waktu 10 hari
  4. Delik rampung dan delik berlanjut, delik rampung ( aflopend delict) disebut juga delik sekilas adalah delik yang terdiri atas satu atau beberapa perbuatan tertentu yang selesai dalam suatu waktu tertentu yang singkat. Seperti pembunuhan dan pencurian. Delik berlanjut adalah delik yang terdiri atas atau beberapa perbuatan yang melanjutkan suatu keadaan yang dilarang oleh UU. Misalnya menyembuyikan orang yang melakukan kejahatan, menyimpan barang-barang yang dapat dipakai untuk memalsukan meterai dan merek, menyimpan barang-barang atau tulisan-tulisan terlarang, dengan sengaja menahan seseorang atau melanjutkan penahanan itu pasal 333 KUHP
  5. Delik tunggal dan delik bersusun, delik tunggal adalah delik yang hanya satu perbuatan sudah cukup untuk dikenai tindakan pidana. Misalnya penadahan (480 KUHP). Delik bersusun adalah delik yang harus beberapa kali dilakukan untuk dapat dikenai tindakan pidana. Misalnya kebiasaan, kebiasaaan emnadah
  6. Delik sederhana, delik pemberatan dan delik berprevilese, delik sederhana adalah delik dasar atau delik pokok ( grond delict) misalnya pembunuhan. Delik pemberatan atau delik berkualifikasi adalah delik yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik-delik dasar/ pokok. Delik berprevilise adalah delik yang mempunyai unsur-unsur yang sama dengan delik dasar/pokok, tetapi ditambah unsur-unsu lain, sehingga ancaman pidananya lebih ringan dari pada delik pokok contoh delik pembunuhan dengan rencana, pembunuhan atas permintaan sikorban sendiri yang dinyatakan dengan kesunguhan hati
  7. Delik kesengajaan dan delik kealfaan, delik kesengajaan adalah delik yang dilakukan dengan sengaja. Delik kealfaan adalah delik yang dilakukan karena kesalahanya atau kealfaanya
  8. Delik politik dan delik umum, delik plitik adalah delik yang ditujukan terhdap keamanan negara dan kepala negara.
  9. Delik khusus dan delik umum, delik khusuus adalah delik yag hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu saja, karen suatu kualitas. Delik umum adalah delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang
  10. Delik aduan dan delik biasa/pelaporan

Tempat Tindak Pidana Dan Wktu Tindk Pidana
Ajaran tempat atau lokasi tindak pidana ( locus delikti) dan waktu tindak pidana ( tempus delikti).
Ajaran lokus delikti penting  diketahui untuk menentukan:
  1. Apakah perudang-undangan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap suatu tindak pidana atau tidak.
  2. Kompetensi relatif dari kejaksaan dan pengadilan, maksudnya adalah kejaksaan dan pengadilan mana yang berwenang untuk menangani sesuatu masalah
Ajaran tempus delikti penting untuk diketahui  untuk menentukan:
  1. Asas legaliatas. Apakah sesuatu perbuatan pada waktu itu telah dilarang dan diancam dengan pidana atau belum
  2. Apakah terjadi perubahan dalam perundang-undangan  untuk menentukan ketentuan manakah yang diterapkan yang baru atau yang lama.
  3. Pasal 44. Apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana dapat dipertanggung jawabkan atau tidak
  4. Pasal 45 apakah terdakwa pada waktu melakukan tindak pidana telah berusia 16 tahun atau belum
  5. Batas waktu pengajuan pengaduan
  6. Daluarsa

Sifat Melawan Hukum
Pengertian melawan hukum
  1. Menurut Simon melawan hukum artinya bertentangan dengan hukum, bukan saja dengan hak orang lain ( hukum subjektif) akan tetapi juga dengan hukum objektif seperti dengan hukum perdata atau hukum administrasi negara.
  2. Menurut Noyon  melawan hukum artinya bertentangan dengan hak orang lain ( hukum subjektif)
  3. Menurut Hoge Raad melawan hukum artinya tanpa wewenang atau tanpa hak
  4. Menurut Molejanto dan tim BPHN melawan huum/ bertentangan dengan hukum adalah bertentangan dengan apa yang  dibenarkan oleh hukum  atau anggapan masyarakat, atau yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan.

berkaitan dengan sifat melawan hukum terdapat dua sifat:
  1. Sifat melawan hukum formal ( formele wederrechtelijkeheid) bahwa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, kecuali jika diadakan pengecualian-pengecualian yang telah ditentukan dalam UU pula Dengan demikian melawan hukum berarti melawan UU sebab hukm adalah UU
  2. Sifat melawan hukum material ( materiele wederrechtelijkeheid) bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar kaidah atau kenyataan-kenyataan yang berlaku didalam masyarakat dengan demikian melawan hukum belum tentu perbuatan yang memenuhi rumusan UU
menurut Moeljanto
  1. Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum adalah unsur mutlak ( selalu menjadi unsur) dari tindak pidana, hal ini tidaklah berarti bahwa unsur tersebut harus selalu dibuktikan oleh penuntut umum. Hal ini tergantung dari rumusan tindak pidana itu sendiri, apakah dinyatakan dengan tegas atau tidak, kalau dinyatakan dengan tegas maka unsur tersebut harus dibuktikan, jika tidak maka tidak perlu dibuktikan.
  2. Apabila mengakui bahwa sifat melawan hukum adalah unsur mutlak ( selalu menjadi unsur) dari setiap tindak pidana maka konsekuensinya:
    • Jika unsur melawan hukum tidak disebutkan dalam rumusan tindak pidana, maka unsur tersebut secara diam-diam diangap telah ada, keculi jika dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa.
    • Jika hakim ragu-ragu untuk menentukan ada atau tidaknya unsur melawan hukum, maka hakim tidak boleh menerapkan adanya tindak pidana, dan oleh karena itu tidak mungkin dijatuhi pidana dalam hal ini terdakwa harus dilepas dari segala tuntutan hukum. hal ini sesuai dengan adagium in dubio pro reo yang berati jika terdapat keragu-raguan apakah seorang terdakwa dapat dipidana atau tidak dapat dipidana, maka harus diambil keputusan yang menguntungkan terdakwa.

sedangkan pendapat Nico Keijer tentang sifat melawan hukum yang disampaikan dalam ceramahnya pada penataran nasional hukum pidana di Undip Semarang mengatakan bahwa dalam dogmatik hukum pidana istilah sifat melawan hukum mempunyai empat makna, yaitu;
Ø  Sifat melawan hukum formal
Ø  Sifat melawan hukum material
Ø  Sifat melawan hukum umum
Ø  Dan sifat melawan hukum khusus

Ket:
Sifat Melawan Hukum Formal
Berarti semua bagian dari rumusan delik telah dipenuhi, yang terjadi karena melanggar ketentuan pidana menurut UU. Sifat melawan hukum formal ini merupakan syarat untuk dapat diidananya perbuatan seseorang yang bersumber pada asas legaliatas

Sifat Melawan Hukum Material
Berarti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat UU dalam rumusan delik tertentu
Pada delik-delik materil, sifat melawan hukum materil dimasukan dalam rumus delik sendiri dan karena itu bukti dari sifart melawan hukum materil termasuk dalam bukti dari rumusan delik. Dalam delik formal atau delik yang dirumuskan secara formal sifat melawan hukum materil tidak dimasukan dalam delik sendiri, jadi tidak perlu dibuktikan, jika realisasi dari rumusan delik formal terjadi, maka sifat melawan hukum materil adalah suatu prasumtio juris et de jure ( dugaan hukum tidak terbantahkan)

Sifat Melawn Hukum Umum
Sifat melawan hukum umum/ sifat melawan hukum sebagai bagian luar dari UU, berarti bertentangan dengan hukum objektif. Hal ini terjadi jika perbuatanya bersifat melawan hukum formal dan tidak ada alasan pembenar

Sifat Melawan Hukum Khusus
Yaitu sifat melawan hukum sebagai bagian dari UU. mempunyai arti khusus dalam tiap-tiap rumusan delik didalamya itu sifat melawan hukum menjadi bagian UU dan dapat dinamakan suatu faset dari sifat melawan hukum umum. contoh:
  1. Pencuraian ( 362) yaitu dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
  2. Menggangu ketentraman rumah tangga ( pasal 138) yaitu memaksa masuk secara melawan hukum atau berada disitu secara malawan hukum
  3. Penipuan pasal 378 yaitu menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri.


Kesalahan
Tiada Pidana Tanpa Kesalahan
Seseorang yang melakukan tindak pidana tidak selalu dapat dipidana, hal ini disebabkan apakah orang yang melakukan tindak pidana tersebut terdapat kesalahan atau tidak. berkaitan dengan hal tersebut ada asas geen straf zonder schuld dalam bahasa belanda atau actus non facit reum, nisi mens sit rea dalam bahas latin atau an act does not make a person guilaty, unless the mind is guilty dalam bahsa inggris.
Asas tada pidana tanpa kesalahan tidak terdapat dalam KUHP juga dalam perundang-undangan lainya melainkan terdapat dalam hukum tidak tertulis. asas ini hidup dalam anggapan masyarakat dan diterima oleh hukum pidana disamping asas yang tertulis dalam UU.
Secara tersirat asas geen straf zonder schuld terdapat dalam UU no 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasan kehakiman sebagai mana terdapat dalam pasal 6 UU tersebut yaitu “ tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut UU, mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan terhadap dirinya”.( R Achmad S. Soema Di pradja, 1983: 21)
terdapat unsur-unsur kesalahan yaitu:
  1. Mampu bertangung jawab
  2. Adanya kesengajaan atau kealfaan
  3. Tidak adanya alasan pemaaf
selanjutnya unsur kesalahan tersebut harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang telah dilakukan sehingga untuk adanya kesalahan yang menyebabakan  dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah:
§  Melakukan perbuatan pidana
§  Mampu bertanggung jawab
§  Dengan kesengajan atau kealfaan
§  tidak adanya alasan pemaaf
Penjelasan
Kemampuan Bertanggung Jawab
yaitu mengenai keadan jiwa/ batin seseorang yang normal/ sehat ketika melakukan tindak pidana. Didalam MvT bahwa tidak mampu bertangung jawab adalah:
  1. Dalam hal pembuat tidak diberi kebebasan memilih antara berbuat dan tidak berbuat apa yang oleh UU dialarang
  2. Dalam hal pembuat ada dalam keadaan tertentu, sehingga ia tidak dapat menginsafi bahwa perbuatanya bertentangan dengan hukum dan tidak mengerti akan akibat perbuatanya

Menuru t VAN HAMEL orang bertangung jawab itu harus memenuhi tiga syarat:
  1. Mampu untuk menginsafi makna dan akibat sungguh-sungguh dari perbuatanya sendiri
  2. Mampu untuk menginsafi bahwa perbuatanya itu bertentangan dengan ketertiban masyarakat
  3. Mampu untuk menentukan kehendaknya dalam melakukan perbuatan.

Sedangkan menuru t Moeljanto kemampuan bertangung jawab seseorang dilihat dari:
§  Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum
§  Kemamuan untuk menentuakan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi

Kesengajaan
Kesengajaan ( dolus atau opzet) merupaka salah satu unsur dari kesalahan dalam mvt kesengajaan itu berupa menghendaki dan mengetahui ( willen dan wetens). Menghendaki berarti bahwa sipelaku benar-benar menghendaki perbuatan tersebut dan mengetahui pula akan akibat dari perbuatanya itu.
Terdapat dua teori yaitu teori kehendak dan teori membayangkan
Menurut teori kehendak berarti bahwa ia berkehendak membuat suatu perbuatan dan berkehendak menimbulkan akibat dari perbuatan itu.
Menurut teori membayangkan/pengetauan bahwa mansia hanya mungkin menghendaki suatu perbuatan saja sementara akibat yang ditimbulkan tidak dikehendakinya, manusia hanya dapat membayangkan kemungkinan akibatnya saja. Menurut Frank apabila akibat dari sutu perbuatan dibayangkan sebagai maksud dan oleh karena itu perbuatan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang telah dibuat terlebih dahulu.

Bentuk-Bentuk Kesengajaan
  1. Kesengajaan bertujuan
  2. Kesengajaan berkesadaran berkepastian/keharusan
  3. Kesengajaan berkesadaran berkemungkinan/kesengajaan bersyarat
ket:
§  Kesengajaan bertujuan, apabila perbutan yang dilakukan atau terjadinya suatau akibat benar-benar menjadi tujuan dari sipelaku
§  Kesengajaan berkesadaran berkepastian, apabila perbuatan yang dialakukan atau terjadinya suatu akibat bukanlah yang dimaksud atau dituju akan tetapi untuk mencapai tujuan utama tersebut pasti/ harus melakukan perbuatan yang tidak dikehendaki atau terjadinya akibat  yang tidak dikehendaki tersebut.
§  Kesengajaan berkesadaraan berkemungkinan apabila dengan dilakukanya perbuatan atau terjadinya akibat yang dituju disadari adanya kemungkinan ada akibat lain yang timbul.

Kealfaan
kealfaan atau culpa daalm ilmu hukum pidana ditafsirkan sebagai kurang kehati-hatian atau kurang mengambl tindakan pencegahan. dibagi menjadi kelafaan tidak disadari ( onbewuste schuld) dan kealfaan disadari ( bewuste schuld).
unsur-unsur kealfaan:
  1. Pembuat dapat menduga terjadinya akibat kelakuanya
  2. Pembuat kurang berhati-hati.

Dalam rancangan KUHP dikatakan “ tindak pidana dengan kealfaan jika pembuatnya telah tidak berhati-hati sebagaiman seharusnya, dan atau tidak menduga terlebih dahulu tentang akan terjadinya akibat yang dilarang, atau walaupun menduga bahwa akibat yang dilarang itu mungkin dapat ditimbulkan oleh perbuatannya, tetapi Ia berkeyakinan dapat menghindarkan terjadinya akibat tersebut, sedangkan kenyatanya adalah sebaliknya”. dengan demikian pengertian kelpaan dalam melakukan tindak pidana:
  1. Pembuat telah berhati-hati sebagimana seharusnya dan atau tidak menduga terlebih dahulu tentang akan terjadinya akibat yang dilarang ( kealpaan yang tidak disadari/ onbewuste schuld)
  2. Sipembuat menduga bahwa akibat yang dilarang mungkin dapat ditimbulkan oleh perbuatanya, tetapi ia berkeyakinaan bahwa ia dapat menghindarkan terjadinya akan akibat tersebut namun dalam kenyataan tidak demikian ( kealfaan disadari/bewuste schuld)


Alasan Peniadan Pidana
Tidak semua orang yang melakukan tindak pidana dapat dipidana, ada alasan-alasan yang dapat menghilangkan pidana seseorang, terdapat dua hal yang meniadakan pidana :
  • Tidak bersifat melawan hukum
  • Tidak adanya kesalahan karena sipelaku tidak dapat dipertanggung  jawabkan atas perbuatanya.
dengan demikian alasan yang menghilangkan pidana adalah:
1.      Adanya alasan pembenar
2.      Adanya alasan pemaaf
Ket:
Alasan Pembenar
adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan, sehingga tindakanya dapat dibenarkan oleh hukum. Seperti:
  1. Daya paksa ( over macht) yaitu suatu keadaan darurat, pasal 48 KUHP
  2. Bela paksa ( noder weer) pasal 49 ayat 1
  3. Melaksanakan ketentuan UU pasal 50 KUHP
  4. Melaksanakan perintah jabatan yang sah pasal 51 ayat 1

Alasan Pemaaf
adalah alasan yang meniadakan kesalahan sipelaku tindak pidana. Seperti:
  • Ketidak mampuan bertanggung jawab pasal 44
  • Daya paksa dalam arti sempit ( over macht in enge zin) pasal 48
  • Bela paksa lampaui batas ( noder weer ekses) pasa 49 ayat 2
  • Perintah jabatan tidak sah pasal 51 ayat 2

Daya Paksa
Daya paksa ( overmacht) ditentukan dalam pasal 48 yang berbunyi “ barang siapa melakukan perbuatan pidana karena pengaruh daya paksa tidak dapat dipidana”
yang dimaksud dengan daya paksa adalah setiap kekuatan, setiap tekanan, setiap siksaan, yang tidak dapat ditahan.
Dalam hukum pidana daya paksa dapat dibedakan:
  1. Daya paksa absolut, adalah daya paksa yang sama sekali tidak dapat ditahan., baik secar pisik maupun psikhis
  2. Daya paks relatif, bahwa daya paksa ini sebenarnya masih dapat dihindari akan tetapi ia tidak kuasa untuk mengadakan perlawanan. Sifat daya paksa ini datang dari luar sipembuat.
Daya paksa relatif dibagi menjadi dua:
o   Daya paska dalam arti sempit ( overmacht in enge zin) berupa paksaan pskhis yaitu daya paksa yang sumber paksaanya datang dari luar/ orang lain. Misalnya seorang yang ditodong pistol untuk melakukan tindak pidana.
o   Daya pasaka dalam kondisi darurat ( noodtoestand) yaitu daya paksa yang bukan disebabkan orang lain, melainkan timbul dari keadan-keadaan tertentu.
Terdapat perbedaan antara keduanya yaitu jika pada daya paksa dalam arti sempit kondisi itu disebabkan oleh pengaruh luar atau datang dari orang lain, sedangkan pada daya paksa darurat kondisi tersebut datang dari diri sendiri,sehigga ia masih dapat memilih perbuatan mana yang akan ia perbuat.

Daya paska dalam kondisi darurat dapat dikelompokkan menjadi:
  1. Pertentangan antara dua kepentingan hukum
  2. Pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum
  3. Petentangan antara dua kewajiban hukum.

Bela Paksa
Bela paksa ( noder weer)  ditentukan dalam pasal 49 ayat 1. Dalam pasal tersebut dikatakan “ tidak dipidana barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada serangan maupun ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”
dikatakan merupakan bela paksa jika memenuhi:
  1. Perbuatan harus terpaksa untuk pembelan yang sangat perlu
  2. Pembelan itu hanya dapat dilakukan untuk kepentingan hukum yang ditentukan secara limitatif berupa:
§  Untuk diri sendiri maupun orang lain
§  Untuk kehormatan kesusilaan sendiri maupun orang lain
§  Harta benda sendiri maupun orang lain
  1. Harus ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

Bela Paksa Lampaui Batas
Bela paksa lampaui batas ( noder weer exes) diatur dalam pasal 49 ayat 2 yang berbunyi “ pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan”.
dari defenisi tersebut terdapat sarat untuk dapat dikatakan bela paksa lampaui batas yaitu;
o   melampaui batas pembelan yang diperlukan
o   pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari keguncangan jiwa yang hebat
o   keguncangan jiwa yang hebat itu sebagai akibat adanya serangan atau ancaman serangan yang mempunyai hubungan causal

Ketidakmampuan Bertangung Jawab
ditentukan dalam pasal 44 KUHP
“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit tidak dipidana”

yang dmaksud dengan jiwanya cacat dalam pertumbuhanya adalah menunjukan bahwa jiwanya dalam pertumbuhanya lamban atau terlambat seperti idiot, sedangkan yang dimaksud dengan jiwanya tergangu karena penyakit adalah seseorang yang semula jiwanya sehat, akan tetapi kemudian dihinggapi penyakit jiwa yang  biasa disebut dengan gila

Melaksanakan Ketentuan UU
ditentukan dalam pasal 50 dikenal sebagai wettelijk vorschrift. dalam pasal tersebut dikatakan “ barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksakan ketentuan UU tidak dipidana”






[1] P.A.F. Lamintang, op.cit, Hlm. 142
[2] Wirjono Prodjodikoro dikutip dari Van Hattum hlm.77 dan Hazewinkel-Suringa hlm.275-276, op.cit., Hlm.49.

1 comment:

  1. Makasih gan sangat bermanfaat . ijin buat di jadikan referensi blog baru saya :)

    Vst: www.putralilang.co.vu

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.