NEGARA HUKUM
DAN PERADILAN ADMINISTRASI
A. Negara Hukum
Negara hukum menghendaki segala tindakan atau
perbuatan penguasa mempunyai dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik
berdasarkan hukum tertulismaupun berdasarkan hukum tidak tertulis. Negara hukum
pada dasarnya tertuma bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi
rakyat. Menurut Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat
terhadap tindakan pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip, prinsip HAM dan
Prinsip Negara Hukum. Menurut Philipus M. Hadjon Negara hukum hanya 3 macam
konsep yaitu rechtsstaat, the rule of law, dan Pancasila.
M. Tahir Azhari Negara hukum ada 5 konsep
yaitu:
1. Nomokrasi Islam: konsep Negara hukum yang
pada umumnya diterapkan di Negara-negara Islam.
2. rechtsstaat: konsep Negara yang diterapkan
di Negara-negara Eropa Kontinental, misalnya: Belanda, Jerman, Prancis.
3. Rule of Law: Konsep Negara yang di
terapkan di Negara Aglo Saxon, Misal: Inggris, Amerika Serikat.
4. Socialist Legality: Konsep Negara hukum
yang diterpkan di Negara komunitas.
5. Konsep Negara hukum Pancasila adalah
konsep Negara hukum yang diterapkan di Indonesia. Salah satu cirri-ciri pokok
dalam Negara hukum Pancasila ialah adanya jaminan terhadap fredoom of religion
atau kebebasan beragama, Tetapi kebebasan beragama di Negara hukum Pancasila
selalu dalam konotasi yang positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau
propaganda anti agama di Bumi di Indonesia.
B.
Negara Hukum Pancasila dan Peradilan Administrasi
Dasar peradilan dalam UUD 45 dapat ditemukan
dalam pasal 24. Sebagai pelaksanaan dalam pasal 24 UUd 1945, dikeluarkanlah UU
No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
kehakiman.kekuasan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut UU
peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap
warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan
melalui badan yakni:
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui
upaya administrative.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, Berdasarkan
UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN.
c. Peradilan Umum, melalui Pasal 1365 KUHPer.
PENGERTIAN, ASAS-ASAS,
DAN KOMPETENSI PTUN
A. Pengertian
Menurut Rozali Abdullah, hukum acara PTUN
adalah rangkaian perturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha
Negara. Pengaturan terhadap hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian,
Yaitu:
1. Ketentuan prosedur berperkara diatur
bersama-sama dengan hukum materiilnya peradilan dalam bentuk UU atau perturan
lainnya.
2. Ketentuan prosedur berperkara
diaturtersendiri masing-masing dalam bentuk UU atau bentuk peraturan lainnya.
Hukum acara PTUN dalam UU PTUN dimuat dalam
Pasal 53 samapai dengan pasal 141. UU PTUN terdiri atas 145 pasal. Dengan demikian
komposisi hukum materiil dan hukum formilnya adalah hukum materiil swebanyak 56
pasal, sedangkan hukum materiil sebanyak 89 pasal.
B. Asas
Hukum Acara PTUN
Menurut Scholten memberikan definisi asas
hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat didalam dan di belakang system
hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim,yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan
keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Asas Hukum PTUN
1. Asas praduga Rechtmating ( Vermoeden van
rechtmatigheid, prasumptio iustae causa). Ini terdapat pada pasal 67ayat 1UU
PTUN.
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat
menunda pelaksanaan KTUN yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang
mendesak dari penggugat. Terdapat pada pasal 67ayat 1dan ayat 4 huruf a.
3. Asas para pihak harus didengar (audi et
alteram partem)
4. Asas kesatuan beracara dalam perkara
sejenis baik dalam pemeriksaan di peradilan judex facti, maupun kasasi dengan
MA sebagai Puncaknya.
5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik
secara langsung dan tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobyektifan
putusan peradilan. Pasalb 24 UUD 1945 jo pasal 4 4 UU 14/1970.
6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan ringan ( pasal 4 UU 14/1970).
7. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan
pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratn untuk
menertapakan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau
dilengkapi dengan pertimbangan (pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan
untuk mengetahui apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat
perlu untuk melengkapinya (pasal 63 UU PTUN).
8. Asas siding terbuka untuk umum. Asas
inimembawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam siding terbuka untuk umum (pasal 17 dan
pasal 18 UU 14/1970 jo pasal 70 UU PTUN).
9. Asas peradilan berjenjang. Jenjang
peradilan di mulai dari tingkat yang paling bawah yaitu Pengadilan Tata Usaha
Negara, kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan puncaknya adalah
Mahkamah Agung.
10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir
untuk mendapatkan keadilan. Asas ini menempatkan pengadilan sebagai ultimatum
remedium. ( pasal 48 UU PTUN).
11. Asas Obyektivitas. Untuk tercapainya
putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila
terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
hubngan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat
atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera
juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau
paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan
sengketanya. (pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
C.
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi dari suatu pengadilan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara berkaitan dengan jenis dan
tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Cara untuk dapat mengetahui Kompetensi suatu
pengadilan:
1. Dapat dilihat dari pokok sengketanya
(geschilpunt, fundamentum petendi)
2. Dengan melakukan pembedaan atas atribusi
(absolute competentie atau attributie van rechtmacht) dan delegasi (relatieve
competentie atau distributie van rechtsmacht).
3. Dengan melakukan pembedaan atas kompetensi
absolute dan kompetensi relatif.
BAB II
Persamaan dan Perbedaan
Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata.
A.
Persamaan Antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum acara Perdata
1. Pengajuan gugatan.
Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN di
atur dalam Pasal 54 UU PTUN, Hukum acara perdata di atur dalam pasal 118 HIR.
Berdasarkan itu bahwa gugatan sama-sama diajukan ke pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat.
2. Isi Gugatan
Isi gugatan hukum acara PTUN diatur dalam
pasal 56 UU PTUN, dan Hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 Nomor 3 Rv.
Isi gugatan terdiri dari yaitu:
a. Identitas para pihak
b. Posita
c. Petitum
3. Pendaftaran Perkara
Pendaftaran perkara Hukum acara PTUN diatur
dalam Pasal 59 UU PTUN, dan Hukum acara Perdata pada pasal 121 HIR.
Persamaannya adalah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan
kemudian kemudian di daftarkan panitera dalam buku daftar perkara. Bagi
penggugat yang tidak mampu boleh tidak untuk membayar uang muka biaya perkara,
dengan syarat membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah
setempat (pasal 60 UU PTUN dan Pasal 237 HIR).
4. Penetapan Sidang
Penetapan hari siding di atur dalam pasal 59
ayat 3 dan pasal 64 UU PTUN, Hukum Acara perdata pada pasal 122 HIR. Setelah di
daftarkan dalam buku daftar perkara maka hakim menentukan hari, jam, tempat
persidangan, dan pemanggilan para pihak untuk hadir. Dan hakim harus sudah
menentukan selambat-lambatnya 30 hari setelah gugatan terdaftar.
5.
Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak menurut hukum acara
PTUN diatur dalam pasal 65 dan 66 UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur
dalam pasal 121 ayat 1 HIR dan pasal 390 ayat 1 dan pasal 126 HIR. Dalam Hukum
acara TUN jangka waktu antara pemanggilan dan hari siding tidak boleh kurang
dari 6 hari, kecuali sengketanya tersebut diperiksa dengan acara cepat.
Panggilan dikirim dengan surat tercatat.
6. Pemberian Kekuasaan
Pemberian kekuasaan terhadap kedua belah
pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 57 UU PTUN, hukum acara
perdata diatur dalam pasal 123 ayat 1 HIR. Pemberian kuasa dialkukan
sebelumperkara diperiksa harus secara tertulis dengan membuat surat kuasa
khusus. Dengan ini si penerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi
kuasa.
7. Hakim Majelis
Pemerisaan perkara dalam hukum acara PTUN dan
acara perdata dilakukan dengan hakim majelis (3 orang hakim), yang terdiri atas
satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak selaku
hakim anggota (pasal 68 UU PTUN).
8. Persidangan Terbuka untuk Umum
Ketentuan ini diatur dalam pasal 70 ayat 1 UU
PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 179 ayat 1 HIR. Setiap
orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut.
Apabila hakim menyatakan sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum
berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta
mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum, kecuali hakim memandang bahwa
perkara tersebut manyangkut ketertiban umum, keselamatan Negara, atau
alasan-alasan lainnya yang di muat dalam berita acara.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 5 ayat 1 UU 14/1970 disebutkan
bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Hakim
boleh mengangkat orang-orang sebagai juru bahasa, juru tulis, dan juru alih
bahasa demi kelancaran jalannya persidangan.
10.
Pencabutan dan Perubahan Gugatan
Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut
gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban. apabila sudah memberikan
jawabannya yang di ajukan penggugat maka akan dikabulkan oleh hakim (pasal 76
UU PTUN dan pasal 271 Rv). Dalam hukum acara perdata berdasarkan pasal 127Rv,
perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah atau menambahkan petitum.
11. Hak Ingkar
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka
hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri
meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau
antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan
sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau paniteratersebut
mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan sengketanya (pasal 78
dan pasal 79 UU PTUN).
12. Pengikutsertaan Pihak Ketiga
Ketentuan ini diatur dalam pasal 83 UU PTUN.
Pihak hadir selama pemeriksaan perkara berjalanbaik atas prakarsa dengan
mengajukan permohonan maupunatas prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak
ketiga(intervenient) yang membela kepentingannya. Karena pangkal sengketa atau
obyek sengketa TUN adalah KTUN, maka masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa
tersebut tetap harus memperhatikan kedudukan para pihak.
13. Pembuktian
Penggugat terlebih dahulu memberikan
pembuktian, lalu kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka
membantah bukti yang di ajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang
lebih kuat(pasal 100 sampai dengan pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR.
Yang di buktikan peristiwanya bukan hukumnya karena ex offocio hakim dianggap
tahu tentang hukumnya( ius curia novit).
14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Ketentuan ini diatur dalam pasal 115 UU
PTUNdan pasal 116 UU PTUN dan pasal 195 HIR. Apabila yang dikalahkan tidak mau
secara suka rela memenuhi isi putusan yang dijatuhkan, maka pihak yang
dimenangkan dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan kepada pengadilan
yang menjatuhkan putusan itu dalam tingkat pertama ( pasal 116 UU PTUN dan
Pasal 196 dan pasal 197 HIR.
15. Juru Sita
Ketentuan ini pada pasal 33 ayat 3 UU No. 14
Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UUKPKK-70), makahanya
mengatur tugas jurusita perkara perdata, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan
keputusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru
sita dipimpin oleh ketua pengadilan.
B. Perbedaan Antara Hukum Acara PTUN dengan
Hukum Acara Perdata
1. Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung
perbuatan onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad (perbuatan melawan
hukum)
2. Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN,
selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan
badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para
pihak tidakn terikat pada kedudukan.
3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan
gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh
tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar
mereka.
4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat
dilakukan dalam tenggang waktu 90 Hari.
5. Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan
selalu tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan tuntutan pengganti
atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan
poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu dinyatakan batal atau
tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan
oleh tergugat.
6.
Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat
permusyawaratan. Dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal
Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam
pemeriksaan persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk
memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi penjelasan
kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan.
8. Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan
tergugat tidak dating pada hari sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka
putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini
terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal
Verstek.
9. Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98
dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata.
Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak,
apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah
pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.
10. Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam
hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal,
sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran
materiil (pasal 107 UU PTUN).
11. Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka
hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam
hukum acara perdata.
12. Pelaksanaan serta Merta (executie bij
voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal
pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini
terdapat pada pasal 115 UU PTUN.
13.
Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan
Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang
dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan
upaya emaksa agar putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak
di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara
perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah
dikeluarkan.
14. Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan
tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak
dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu
melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN
kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15. Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara
perdata, apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup
mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal
135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat
menujuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis.
membantu, ini mau UAS mas tempatku dan nyari eh nemu
ReplyDeletesiapa tahu ingin menyapa di http://serambiharis.blogspot.com/