Hukum Penitensier
Istilah penitensier bersal dari penitentiere
recht dan juga berasal dari penitentiary yang terdiri dari dua kata yaitu penitience
dan refentience yang bermakna kantor pendetaan atau yang mengurus
maslah dosa.
ruang lingkup penitensier ( straffee meting)
yang berarti pemberian pidana terdiri dari:
~
Straf
maat yaitu jenis-jenis pidana (ini gak kebalik mas?) dengan straf
soort
~
Straf
sart lama dan besarnya pidana
~
Straf
modus bentuk dan cara malaksankan pidana.
di Amerika istilah penitensier merujuk pada
tempat/lembaga pelaksanaan pidana. Sehingga penitensier berhubungan dengan
eksistensi pidana ( straff).
Penitensier dibedakan dengan istilah
penitentiary.
F Penitentiary lebih sempit yang merupakan
suatu lembaga yang dirancang khusus bagi suatu penahanan dalam jangka waktu
yang relatif lebih lama yang diperuntukan bagi penjahat kelas berat atau yang
melakukan kejahatan yang bersifat memberatkan.
F Sedangkan penitensier lebih luas tidak hanya
meliputi lembaganya saja diluar itu pun menjadi wewenang dari penitensier
seperti yang tercantum dalam depenisi penitensier diatas.
F orang yang pertama kali mencetuskan
penitentier adalah Jhon Howard ( 1726-1790). Dinegra Anglo Saxon penitentiery
lebih sempit karena hanya mencakup lembaga saja ( tempat yang berkaitan dengan
pidana penjara).
Hukum penitensier lebih luas karena
menyangkut segala aspek dibidang pidana dan pemidanaan (tindakan). istilah
straff, funisment dan pidana diperuntukan bagi pelaku tindak pidana yang normal
jiwanya, sedangkan istilah-istilah matregel, treatment dan tindakan
diperuntukan bagi para pelaku tindak pidana yang tidak normal jiwanya.
Dalam perkembanganya matregel dan treatment
dan tindakan diberlakukan juga kepada orang normal.
dalam perkembangnya istilah penitentiary
(dalam sistem hukum anglo saxon) diperluas sehingga tidak saja menyangkut
lembaganya akan tetapi meluas sampai masalah sistem pemidanaan yang berkaitan
dengan perkembangnya penologi ( ilmu tentang pidana).
Pengembangan makna penitentiery bermula pada
tahun 1872 berkenaan dengan didirikanya suatu organisasi yang diberi nama comission penitentiare international (
CPI). Kemudian atas inisiatif New Yorke prison asosiation pada tahun 1928 nama
komisi ini diubah menjadi comission interntional penale and
penitentiare atau yang berarti
komisi internsional pidana dan pemidanaan disingkat dengan CIPP. Diinggris
dikenal dengan sebutan international
penal and penitentiary comision
IPPC.
pada tahun 1952 IPPC dibubarkan dan
perkembangan selanjutnya terutama aktifitas atau kegiatanya diserahkan kepada
UN.
Para wakil dari IPPC bertindak sebagai delegasi nasional didalam
departemen sosial yang ada didalam wadah PBB dan mereka aktif dalam bidang
pemberantasan kejahatan dan penanganan para penjahat. Kemudian IPPC diubah menjadi crime prevention and the treatmen of opender.
organisasi ini mengadakan rapat tiap 2 tahun sekali di genewa.
congres I dilaksanakan pada tahun 1955, menumbuhkan dan
mengembangkan hukum penitentier didunia dan salah satu hasilnya adalah
pemikiran untuk perlakukan perbaikan nara pidana yang dituangkan didalam standard minimum for the treatment to
depender.
Dengan demikian hukum
penitensier adalah meneliti, mengkaji, menganalisis secara menyeluruh tentang
pengertian dan apa yang di maksud pidana dan pemidanaan.
Pidana Dan Pemidanaan
Arti Pidana
Arti pidana menurut Ruslan saleh adalah
reaksi yang berupa nestpa yang dijatuhkan oleh negara pada pelaku pidana.
reaksi dibagi dua yaitu:
1.
Reaksi
langsung sifatnya tidak resmi ( tidak dirumuskan oleh pembuat UU)
2.
Rekasi
tidak langsung sifatnya resmi yang dijalankan oleh lembaga.
sedangkan menurut Moeljatno bahw pidana yaitu
penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang.
Sehingga pidana adalah nestapa/penderitaan
yang sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang melalui hakim terhadap
seorang pelaku tindak pidana.
ciri-ciri dari pidana adalah:
?
Adanya
penderitaan
?
Dijatuhkan
oleh lembaga yang berwenang
?
Dikenakan
kepada orang yang telah melakukan tindak pidana.
?
Timbulnya
sanksi sebagai akibat dari suatu perbuatan
Menurut Soedarto pidana adalah penderitan
yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat tertentu.
Pidana berasal dari straff, dan pemidanan
berasal dari gewone straff.
Pidana merupakan nestapa/penderitaan yang
sengaja dijatuhkan oleh lembaga yang berwenang melaluii hakim terhadap
seseorang pelaku tindak pidana. Dari depensi tersebut terdapat ciri-ciri atau unsur dari pidana yaitu:
?
Adanya
penderitaan/nestapa
?
Dijatuhkan
oleh lembaga berwenang ( negara)
?
Dikenakan
kepada orang yang telah melakukan tindak pidana.
Hakikat pidana
Hulsman, hakikat
pidana yaitu menyeru untuk tertib, dengan demikian pidana mempunyai dua tujuan
yaitu :
a.
mempengaruhi
tingkah laku
b.
penyelesaian
konflik, yang meliputi:
~
perbaikan
kerugian
~
perbaikan
hubungan yang dirusak
~
pengembalian
kepercayaan antara sesama manusia
Binsbergen,
bahwa hakikat pidana adalah suatu pernyataan/penunjukan salah oleh penguasa
sehubungan dengan suatu tindak pidana, hal ini disebabkan perbuatan sipelaku
tidak dapat diterima baik untuk mempertahankan lingkungan maupun menyelamatkan
sipelaku sendiri.
Hoefnegel, bahwa
pidana merupakan suatu proses pembangkitan semangat dan pencelaan dengan
tujuaan agar seseorang berorientasi/ menyesuaikan diri dengan norma yang
berlaku.
Tidak selamanya pidana itu berupa penderitaan
maka harus dilihat terlebih dahulu:
F
Penderitaan
yang sengaja dituju oleh si pemberi pidana
F
Penderitan
yang oleh sipemberi pidana dipertimbangkan tidak dapat dihindari
F
Penderitaan
yang tidak sengaja dituju ( epek sampingan yang tidak diketahui)
pemidanaan
Sinonim dengan penghukuman
pemidanaan adalah penjatuhan/pemberian pidana
oleh hakim. Pemidanaan bermakna sentence
atau veroordeling. Dalam pemidanaan dapat berwujud pidana dan tindakan.
Tindakan diberikan kepada pelaku yang tidak sehat akal
pikiranya, jika pelaku masih dibawah umur 16 tahun ( pasal 45 Jo 46 KUHP).
bentuk-bentuk tindakan tersebut dapat berupa:
?
Mengembalikan
kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh.
?
Menyerahkan
kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
?
Menyerahkan
kepada departemen sosial.
?
Mengirimnya
ke RSJ untuk dirawat.
dengan demikian terdapat perbedaan antara
pidana dan pemidnaan
Pidana
|
Pemidanaan/ tindakan
|
F
Merupakan pembalasan terhadap kesalahan Sipembuat
F
Diberikan untuk orang yang normal jiwanya.
F
Orang yang mampu bertanggung jawab.
|
F
Berupa perlindungan masyarakat terhadap orang yang melakukan perbuatan
yang membahayakan masyarakat.
F
Untuk pembinaan dan perawatan sipelaku
F
Diberikan kepada orang yang tidak normal jiwanya, yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan.
|
Filsafat Pemidanaan
Menurut M solehudin filsafat pemidanaan
mempunyai dua fungsi yaitu:
1.
Fungsi
fundamental yaitu sebagai landasan dan asas normatif/kaidah yang memberikan
pedoman, kriteria atau paradigma terhadap masalah pidana dan pemidanaan.
2.
Fungsi
teori yaitu pemidanaan sebagai meta teori maksudnya adalah pemidanaan berfungsi
sebagai teorii yang mendasari dan melatarbelakangi setiap teori pemidanaan.
filsafat pemidanaan berkaitan dengan alasan
pembenar ( berupa pembalasan, manfaat/utilitas dan pembalasan bertujuan).
Filsafat pemidanaan merupakan landasan filosofis untuk merumuskan
ukuran/ dasar keadilan apabila terjadi pelanggaran hukum pidana.
kedilan dalam hukum pidana dibagi:
keadilan berdasar filsafat pembalasan (
Retributif justise) sebagaimana terdapat dalam KUHP.
keadilan berdasar filsafat restorasi
pemulihan ( Restoratif justise ).
Model Keadilan Menurut Sue Titus Reid
Dikenal model pendekatan keadilan atau model
ganjaran setimpal ( just desert model) yang didasarkan atas dua teori tentang
tujuan pemidanaan:
? Pencegahan
? Retribusi
Model retribusi dalam just desert model yaitu
bahwa pelanggar akan dinilai dengan sanksi yang patut diterima oleh mereka
mengingat kejahatan yang telah dilakukanya.
Sanksi yang tepat akan mencegah para kriminal
melakukan tindakan kejahatan lagi dan mencegah orang lain melakukan kejahatan.
Kritik dari teori just desert model
1.
Menekankan
pada tingkat pidana dengn jenis kejahtan, mengabaikn latar belakang pribadi
pelaku dan dampak pemidanaan.
2.
Menekankan
pada pedoman-pedoman pembeda dari kejahatan dan catatan kejahatan mempengaruhii
psikologi dari pemidanaan dan pihak yang dipidana.
pemidanan yang didasarkan atas prinsif pancasila
a.
Pengakuan
manusia ( indonesia) sebagi mahluk tuhan yang maha esa, sehingga pemidanaan
tidak boleh bertentangan dengn keyakinan agama.
b.
Pengakuan
keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan tuhan artinya pemidanaan
tidak boleh menciderai hak-hak asasinya yang paling dasar, serta tidak boleh
merendahkan martabatnya dengan alasan apapun.
c.
Menumbuhkansolidaritas
kebangsaan dengan orang lain sebagai sesama warga bangsa. Pelaku harus
diarahkan pada upaya meningkatkan toleransi dengan orang lain, menumbuhkan
kepekaan terhadap kepentingan, menumbuhkan kepekaan terhadap kepentingan
bangsa.
d.
Menumbuhkan
kedewasaan sebagai warganegara yang berkhidmat, mampu mengendalikan diri,
berdisiplin, menghormati dan mentaati hukum sebagai keputusan rakyat.
e.
Menumbuhkan
kesadaran terhadap kewajiban individu sebagai mahluk sosial yang menjungjung
keadilan bersama dengan orang lain sesama warga masyarakat.
Tujuan Penjatuhan Pidana
Jeremi bentham, bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk
mencegah dilakukanya kejahatan pada masa yang akan datang.
Imanuel Kant, bahwa pembenaran pidana dan tujuan pidana
adalah pembalasan terhadap serangan kejahatan atas ketertiban sosial dan moral.
Sehingga menurutnya tujuan pemidanaan:
F
Sebagai
sarana restributif
F Sebagai tujuan yang positif ( toelogical theories)
Secara teori terdapat beberapa teori yang
mendasari dari penjatuhan pidana seperti:
G
Teori absolut/mutlak
G
Teori
relatif/tujuan
G
Teori
gabungan antara absolut dengan tujuan/relatif
G
Teori
integratif yang dikemukakan oleh Muladi, teori ini dikaitkan dengan nilai-nilai
yang mengacu pada nilai-nillai pancasila.
Teori Pembalasan
Bahwa pidana itu semata-mata dijatuhkan karena
orang telah melakukan kejahatan ( harus dibalas).
Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana,
tidak boleh tidak. adanya penekanan terhadap kepuasan bathin. Dibagi menjadi:
1.
Retributif
murni ( the pure retributivist) bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan
kesalahan sipembuat.
2.
Retributif
tidak murni ( modofikasi) :
G
Retributif
terbatas bahwa pidana tidak mesti cocok/sepadan dengan kesalahanya, hanya saja
harus wajar dengan kesalahan siterdakwa/pelaku.
G
Retributif
yang distributif ( retributive in distribution) bahw pidana jangan dikenakan
pada orang yang tidak bersalah, pidana tidak harus cocok dan dibatasi oleh
kesalahan
Teori Relatif/Tujuan
Bahwa pidana dijatuhkan bukan untuk membalas
tetapi memiliki tujuan lain yaitu disebut dengan prevention (Pencegahan).
Pencegahan tersebut dibagi dua yaitu:
F General prevention, bahwa pidana itu untuk
mencegah agar masyarakat/angota masyarakat tidak melakukan kejahatan/tindak
pidana. General prevention lebih menekankan terhadap aspek menakut-nakuti,
denagn melihat terhadp sanksi yang diberikan.
F Special prevention, bahwa melalui penjatuhan
sanksi pidana itu diharapkan sipelaku sadar atau tidak melakukan lagi kejahatan
karena jera akibat dipenjara. Disamping itu, adanya Sanksi Custodial ( sanksi perampasan) sehinga timbul rasa kapok
bagi sipelaku. untuk maksud tersebut diperlukan cara-cara pembinaan dilapas,
jika tidak dilakukan pembinaan dengn baik berakibat melahirkan
penjahat-penjahat baru yagn lebih propesional, karena didalam lapas dilakukan:
~
Adanya
pertukaran pengalaman /pengetahuan
~
Adanya
subculture dilapas, yang berkaitan dengan jenis pidananya. subculture membentuk
pergaulan yang memungkinkan terjadi transfer pengalaman dalam melakukan
kejahatan.
Menurut penelitian siterpidana dihargai
berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukanya.
Dalam Resosialisation dipengaruhi oleh
faktor:
sistem yang didalamya terdapat:
~
Petugas
~
Aturan
~
Sarana
~
Masyarakat
Sehinga menurut polak dalam mencari teori
apapun terhadap penjatuhan pidana hukum pidana adalah hukum yang paling sial.”
setiap mencaari teori untuk menjatuhkan pidana sellu gagal”.
disamping itu resosialisasi dipengaruhi juga
oleh faktor umur.
teori relatif disebut juga teori perlindungan
masyarakat menurut J Andeneas. seedangkan menurut Nigel walker teori relatif
disebut dengan teori reduktif karena sebagai dasar pembenarnya adalah untuk
mengurangi frekuensi kejahatan.
Perbedaan antara absolut dan relatif menurut Karl O. Cristiansen
Absolut
|
Relatif
|
Tujuan pidana untuk pembalasan
|
Penjatuhan Pidana adalah pencegahan
|
Pembalasan adalah tujuan utama, tidak ada
tujuan lain
|
Pencegahan bukan tujuan akhir, hanya sarana
sementara untuk mencapai tujuan yang lebih baik
|
Kesalahan adalah satu-satunya syarat untuk
adanya pidana
|
Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang
dapat dipersalahkan kepada sipelanggar
|
Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan
sipelanggar
|
Pidana harus ditetapkan atas dasar tujuanya
sebagi sarana untuk mencegah kejahatan
|
Pidana melihat kebelakang, merupakan
pencelaan dan tujuanya bukan untuk memperbaiki, mendidik atau memasyarakatkan
si pelanggar
|
Pidana melihat kedepan
|
Teori Gabungan
Dikemukakan oleh Pellegrino Rossi, beranggapan bahwa pembalasan merupakan dalil dari
pidana akan tetapi beratnya pidana tidak boleh melampaui pembalasan yang adil.
disamping itu pidana mempunyai pengaruh antara lain perbaikan sesuatu yang
rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Dalam teori gabungan terdapat
aspek pembalasan dan juga tujuan, misal:
Dalam pembalasan ada hukuman dead penalty, dalam relatif terdapat
hukuman
pembinaan. Akan
tetapi kedua bentuk tersebut belum diintegrasikan.
teori teori tersebut harus dikaitkan dengan
mengapa ia melakukan tindak pidana yang disebabkan juga oleh faktor:
-
Faktor
ekonomi;
-
Faktor
tabiat;
-
Faktor
lingkungan.
Teori Integratif
Bahwa tujuan pidana didasarkan atas
alasan-alasan baik yang bersifat soisologis juridis, ideologis, dan ditinjau
dari berbagi perspektif.
pidana harus bersifat operasional dan
fungsional, dan juga dampak pemidanaan.
Menurut Muladi bahwa tindak pidana merupakan
gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan, keserasian dalam kehidupan
masayarakat yang meyebabkan kerusakan individual atau masyarakat. sehingga
tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang
diakibatkan oleh tindak pidana, tujuan tersebut terdiri dari:
~
Pencegahan
baik umum dan khusus
~
Perlindungan
masyarakat
~
Memelihar
solideritas masyarakat
~
Pengimbalan/pegimbangan
Terdapat tiga aliran dalam hukum pidana
yaitu:
F
Aliran
Klasik
F
Aliran
Modern
F
Aliran
Neo-Klasik
Semua aliran tersebut berusaha untuk
mempeoleh sistem hukum yang praktis dan bermanfaat sesuai dengan perkembangan
persepsi manusia terhadap HAM.
Aliran Klasik
Tokohnya adalah Caesare Becaria Bonesana dan
Jeremi Bentham.
Muncul sebagi reaksi terhadap Anciem Rezime yang muncul pada abad
ke-18 di Prancis dan Inggris yang banyak
menimbulkan ketidasaman, ketidkadilan dan lain-lain. Reaksi tersebut diungkap
oleh Caecare Becaria Bonessana, yang lahir di Marino 15 maret 1738. Ia menulis
buku berjudul dei delite edei de pene
atu dlam bahawa inggrisnya adalh on crime and funisment. Pada zaman
Anciem Regimine terdapat adegium bahwa the king can't do wrong, atas dasar
konsep tersebut Becaria mengecam pada raja dalam menjatuhkan pidana terhadap
warganya yang tidak didasarkan atas undang-undang yang ada, sehingga tidak
menimbulkan kepastian hukum.
Aliran ini menitik beratkan pada perbuatan
pidana ( daadstraf recht) bukan kepada orang yang melakukan tindak pidana.
Dilandasi oleh:
a.
Asas
legalitas
?
Tiada
pidana tanpa UU
?
Tiada
tindak pidana tanpa UU
?
Dan
tiada penuntutan tanpa UU
b.
Asas
kesalahan ( sengaja dan kealpaan), bahw orang
hanya dapat dipidana berdasrkan atas tindak pidana yang dilakukanya baik dengan
kesengajaan maupun dengan kealpaanya. Kealpaan dan kesengajaan sebagai unsur subjektif.
c.
Asas
pembelaan yang sekuler, bahwa pidana secara konkrit tidak dikenakan dengan
maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan
berat ringanya perbuatan yang dilakukan.
ciri-ciri yang dimiliki oleh aliran ini adalah:
1.
Depenisi hukum dari kejahatan, bahwa sebuah
kejahatan hanya dapat dikatakan sebagi kejahatn jika didepenisikan oleh hukum
(UU), jika tidak didefenisikan maka perbuatannya bukan sebagai kejahatan/tindak
pidana
2.
Pidana harus sesuai dengan kejahatan/perbuatan,
dalam hal ini berat ringanya pidana hanya ditentukan oleh jenis
perbuatanya/kejahatanya, tidak dilihat dari segi pelakunya.
3.
Doktrin kebebasan berkehendak, bahwa
kejahatan timbul pada saat kebebasan dirinya terganggu oleh kebebasan orang
lain.
4.
Pidana mati untuk beberapa tindak pidana
diakui
5.
Tidak ada riset empiris, hakim dalam
menjatuhkan pidana tidak perlu mencari alasan sipelaku melakukan kejahatan
apakah dari faktor ekonomi, faktor psikhologis atau ada faktor lain.
6.
Pidana ditentukan secara pasti bahw penjatuha
pidana sudah pasti diketahui berap lama pidananya,tidak ada batasan minimal
umum dan khusus maupun batasan maksimal umum dan khusus. Hal tersebut
menimbulkan ketidakadilan bagi para pelaku.
Aliran Modern
Berorientasi kepada pembuat atau dader straf
recht, tokohny adalah Casaere lombroso, Enrico ferri.
bahwa perbuatan seseorang tidak daapt dilihat
secara abstrak dari sudut yurisis semata terlepas dari orang yang melakukanya,
tetapi harus dilihat secara konkrit bahwa perbuatan seseorang dipengaruhi oleh
watak pribadinya, faktor biologis ata ulingkungan masyarakat yang sinonim
dengan determinisme.
Ciri -ciri dari aliran iniadalah:
1.
Menolak depenisi hukum dari kejahatan
2.
Pidana harus sesaui dengan pelaku tindak
pidana
3.
Doktrin determinisme
4.
Penghapusan pidana mati
5.
Adanya riset empiris
6.
Pidana tidak ditentukan secara pasti.
Aliran Neo Klasik
Salah satu hasil yang sangat penting dari aliran ini adalah masuknya
kesaksian ahli dipengadilan, yang bertujuan untuk membantu juri dalam menilai
derajat pertanggung jawaban seorang pelaku tindak pidana.
Menurut Taylor model neo klasik dengan beberapa modifikasi
merupakan model yang berlaku pada peradilan pidana dinegara-negara barat.
Aliran neo klasik Berorientasi pada
perbuatan dan orang atau hukum pidana yang berorientasi kepada daad-daderstrafrecht. Dengan ciri-cirinya adalah:
1.
Modifikasi dari doktrin kebebasan berkehendak
yang dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan, penyakit jiwa, dan
lain-lain.
2.
Adanya alasan yang meringankan ( keadaan yang
meringankan).
3.
modofikasi dari doktrin pertangung jawaban
untuk mengadakan peringanan pemidanaan, dengan kemungkinan adanya pertanggung
jawaban sebagian di dalam kasus-kasus tertentu seperti penyakit jiwa dan
kaadaan-keadaan lain yang mempengaruhi pengetahuan dan kehendak seseorang pada
saat terjadinya kejahatan
4.
Masuknya kesaksian ahli dalam memberikan
kesaksianya.
Ternyata KUHP kita menganut sistem neo klasik
yaitu dengan ciri-ciri:
1.
Masih
adanya pidana mati
2.
Diterimanya
hal-hal yang meringankan pemidanaan seperti terdapat dalam pasal 45 dan
terdapat dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak.
3.
Adanya
hal-hal yang memberatkan pemidanaan seperti adanya conkurkus, recidive, dan
pemberatan jabatan.
Disamping itu adalah adanya perlindungan
masyarakat baru. Menurut Marc Ancel dalam buku yang berjudul social defence a modern
approach to criminal problem mengatakan:
Doktrin baru dari pelindungan masyarakat baru
benar-benar menolak pandangan determinisme dari aliran modern.
Doktrin perlindungan masyaraakt juga
berpendapat behwa klasifikasi penjahat merupakan hal yang sangat penting, namun
dalam hal ini gerakan perlindungan masyarakat baru menyatakan bahwa suatu
tindak pidana berada diatas segala ekspresi kepribadian individual
Doktrin perlindungan masyarakat tidak hanya
menyegarkan kembali gagasan kebebasan kehendak dan pertanggung jawaban, tetapi
juga memperkenalkan kembali secara berhasil seperangkat nilai-nilai moral
kedalam kebijakan pidana dan hukum pidana, yang oleh aliran positif dituntut
untuk diabaikan.
Gerakan perlindungan masyarakat baru mencoba
untuk mencapai adanya keseimbangan antara individu dan masyarakat, didalam
kebijakan pidana yang rasional, yang didasarkan atas gagasan bahwa masyarakat sendiri
mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap warga negara.
Sekalipun gerakan perlindungan msyarakt
mendapatkan inspirasi dari ilmu pengetahuan modern khusunya ilmu-ilmu sosial,
namun gerakan ini tidak menghendaki adanya ketergantungan ilmiah, sebagaimana yang
diinginkan oleh aliran positif terhadap hukum pidana dan kebijaksanaan pidana.
Dalam praktek seiring dengan perkembangan
jaman, batas-batas antar aliran itu menjadi relatif seperti contoh yang
dikemuakan oleh Jeremy Bentham
berpendapat bahwa pidana harus setimpal dengan perbuatanya, disatu pihak ia selalu melihat kejahatan
secara abstrak, dilain pihak ia menyatakan suatu perbuatan tidak dinilai dengan
sistem irrasional yang absolut, tetapi melalui prinsip-prinsip yang dapat
diukur.
Untuk dapat terselenggaranya sistem peradilan
pidana yang baik, maka perlu dibuat suatu pedoman pemidanaan yang lengkap dan
jelas. Sehingga hakim dalam memutuskan suatu perkara mempunyai dasar
pertimbangan yang rasional.
Pedoman pemidanaan sebagaima terdapat dalam
RKUHP sebagai berikut;
Dalam pemidanaan hakim wajib
mempertimbangkan:
1.
Kesalahan
pembuat
2.
Motif
dan tujuan dilakukanya tindak pidana
3.
Cara
melakukan tindak pidana
4.
Sikap
batin pembuat
5.
Riwayat
hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat
6.
Sikap
dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana
7.
Pengaruh
pidana terhadap masa depan pembuat
8.
Pandangn
masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
9.
Pengaruh
tindak pidana terahadap korban atau keluarga korban
10.
Tindak
pidana yang dilakukan dengan berencana
Diharapkan dengan adanya daftar pemidanaan
tersebut pidana yang dijatuhkan dapat bersifat proporsional dan dapat dipahami
baik oleh masyarakat maupun oleh siterpidana sendiri
Menurut Sudarto tentang pedoman pemidanaan
mengatakan” apa yang tercantum didalam pasal ini sebenarnya merupakan suatu
daftar yang harus diteliti sebelum hakim menjatuhkan pidana. Penelitian seperti
ini senantiasa dilakukan dengan tertib dan seksama oleh seorang pilot sebelum
ia mengangkasa. Dalam daftr tersebut memuat hal-hal yang bersifat objektif yang
menyengkut hal-hal yang diluar pembuat. Dengan memperhatikan butir-butir
tersebut diharapkan penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih difahami
mengapa pidananya seperti yang dijatuhkan itu”.
Terkait dengan hal-hal yang meringankan
pidana diatur dalam pasal 52 KUHP seperti:
1.
Seseorang
yang melakukan tindak pidana dan pada waktu itu berumur dua belas tahun atau
lebih tetapi masih dibawah umur 18 tahun
2.
Seseorang
mencoba melakukan atau membantu terjadinya tindak pidana
3.
Seseorang
setelah melakukan tindak pidana dengan sukarela menyerahkan diri kepada yang
berwajib
4.
Seorang
wanita hamil muda melakukan tindak pidana
5.
Seseorang
setelah melakukan tindak pidana, dengan suka rela memberi ganti kerugian yang
layak atau memperbaiki kerusakan akibat perbuatanya.
6.
Seseorang
melakukan tindak pidana karena kegoncangan jiwa yang hebat sebagai akibat yang
sangat berat dari keadaan pribadi atau keluarganya.
Peringanan pidana berarti bahwa maksimum
ancaman pidananya dikurangi sepertiga, sedangkan apabila ancaman pidananya adalah
pidana mati maka ancaman pidananya adalha menjadi 20 tahun, jika ancaman
pidananya adalah seumur hidup maka ancaman pidananya diperingan menjadi 15
tahun
Hal-hal yang memperberat pidana adalah
terdapat dalam pasal 54 RKUHP, seperti:
1.
Pegawai
negeri yang melanggar kewajiban jabatan yang khsuus ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan, atau mempergunakan kekuasan, kesempatan atau upaya yang
diberikan kepadanya karena jabatnnya
2.
Seseorang
melakukan tindak pidana dengan menyalah gunakan bendera kebangsaan, lagu
kebangsaan, atau lambang negra RI
3.
Seseorang
melakukan tindak pidana dengan menyelahgunakan keahlian atau profesinya
4.
Orang
dewasa melakukan tindak pidana bersama dengan anak dibawah umur 18 tahun
5.
Tindak
pidana dilakukan dengan kekuatan bersama dengan kekerasan atau dengan cara yang
kejam
6.
Tindak
pidana dilakukan pada waktu ada huru-hara atau bencana alam
7.
Tindak
pidana dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya
8.
Terjadinya
pengulangan tindak pidana
Pidana mati
Didunia terdapat aliran-aliran terahadap
pidana mati yaitu:
-
Aliran abolisi
-
Aliran retensi
Aliran ablisi terbagi menjadi tiga yaitu:
1.
Abolisi
de yure
2.
Abolisi de facto
3.
Abolisi
hampir sempurna
Abolsisi de yure adalah bahwa pidana mati
dilpaskan/dihapuskan melalui pernyataan ketentuan konstitusi atau oleh UU
Abolisi de facto bahwa pelaksanan pidan mati
tidak pernah dijalankan walaupun pengadilan menjatuhkan pidana mati berdasarkan
suatu ketentuan undang-undang
Abolisi hampir sempurna adalah bahwa pidana
mati dijatuhkan untuk beberapa tindak pidana yang dilakukan dalam keadaan
tertentu yang dianggap sebagai keadaan darurat.
Tentang Negara-Neagra Yang Menganut Aliran Abolisi Tersebut
Abolisi de yure meliputi: Argentina, Australia, Brazil, Colombia, Costarika, Jerman, Finlandia, Norwegia, Belanda,
Selandia Baru
De facto meliputi :Belgia, Luxemburg, Patikan,
Swiss
Abolisi hampir sempurna meliputi : Nork dakota, Michigen
Aliran retensionis
Yaitu aliran yang menetapkan/menahan pidana
mati
Pelaksnan pidana mati
1.
Dalam
waktu 3 hari jaksa harus memberi tahu terpidana tentang palaksanaan pidana
mati, jika ada wasiat maka asiat tersebut harus dipenuhi.
2.
Jika
siterpidana wanita hamil, eksekusi ditunda sampai melahirkan
3.
Tempat
dan waktu ditentukan oleh menkumdang
4.
Kapolda
bertanggung jawab atas pelaksanan pidana mati tersebut
5.
Eksekusi
dilakukan oleh regu penembak dari kepolisian
6.
Eksekusi
dihadiri oleh kapolda,jaksa,rohaniawan,dokter dan pembela.
7.
Penguburan
jenajah diserahkan kepada keluarga ahli waris
- Setelah pelaksanan jaksa harus membuat berita acar yang dilapirkan
kedalam putusan penagdila yang bersangkutan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.