Pengantar Hukum Indonesia


Materi pokok yang disampaikan adalah tentang “Sejarah Tata Hukum Indonesia” dan “Hukum Pidana”.
I.          Sejarah Tata Hukum Indonesia

A.  Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Ada 2 hal pokok tentang Tata Hukum yang berlaku saat itu yaitu :

1.    Pemerintah Kolonial Belanda membagi penduduk ke dalam 3 golongan yaitu :
a.          Golongan Eropa
b.         Golongan Timur Asing
c.          Golongan Bumiputera.

Dasar hukum penggolongan ketiga penduduk tersebut adalah Pasal 163 IS (Indische Staatregelling). Tujuan penggolongan penduduk tersebut adalah memberlakukan hukum masing-masing untuk memproteksi diri dengan aturan hukum.
2.    Pemerintah Belanda membedakan berlakunya hukum bagi ketiga golongan tersebut berdasarkan Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling), sebagai berikut :
Dari ketentuan IS terdapat ketentuan-ketentuan yang penting antara lain :
a.    Psl. 131 ayat 1 IS berbunyi :
Hukum Perdata dan Hukum Dagang serta Hukum Pidana demikian juga Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana diatur dengan Ordonat”.
Psl 131 ayat 2 IS berbunyi :
Dalam ordonantie yang mengatur Hukum Perdata dan Hukum Dagang untuk orang-orang Eropa diikuti dengan undang-undang yang berlaku di negeri Belanda”.
b.    Psl. 163 IS
1.    Apabila ketentuan-ketentuan undang-undang ini, peraturan-peraturan umum lainnya, reglement-reglement, peraturan-peraturan kepolisian dan ketentuan-ketentuan administratif membedakan antara orang-orang Eropa, orang-orang pribumi dan Timur Asing, maka berlaku pelaksanaannya aturan-aturan sebagai berikut  :
2.    Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Eropa adalah :
a.    Semua orang Belanda
b.    Semua orang yang berasal dari Eropa
c.    Semua orang Jepang
d.   Semua orang berasal dari tempat lain yang dinegaranya tunduk kepada hukum keluarga yang pada pokoknya berdasarkan asas yang sama seperti hukum Belanda
e.    Anak sah atau diakui menurut undang-undang dan anak yang dimaksud huruf b dan c yang lahir di India.
3.    Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang pribumi kecuali kedudukan bagi orang-orang Kristen pribumi yang harus diatur dengan ordonantie, ialah semua orang yang termasuk penduduk Hindia Belanada dan tidak pindah kedalam kelompok penduduk lain dari pada kelompok pribumi, demikian pula mereka, demikian pula yang pernah termasuk kelompok penduduk lain dari pada kelompok pribumi, namun telah membaurkan dengan penduduk asli.
4.    Tunduk kepada ketentuan-ketentuan bagi orang-orang Timur asing, kecuali kedudukan hukum yang harus diatur dengan ordonantie bagi orang-orang diantara mereka yang yang menganut keyakinan Kristen, ialah semua orang yang tidak terkena syarat-syarat yang disebuut dalam ayat 2 dan 3 pasal ini.

3.    Dengan singkatnya ketentuan dari Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling), sebagai berikut :
a.       Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat berdasar asas konkordansi.
b.      Bagi golongan Bumi Putera dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka.
c.       Bagi golongan Timur Asing berlaku hukum mereka masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa/Barat.
Penundukan diri kepada Hukum Eropa/Barat ini diatur dalam Stb. (Staasbald) 1917 No. 12, disebutkan bahwa terdapat 3 macam penundukan diri :                               
a.      Tunduk secara sukarela kepada seluruh Hukum Perdata Eropa ;
b.      Tunduk secara sukarela kepada sebagian Hukum Perdata Eropa ;
c.       Tunduk secara sukarela kepada Hukum Perdata Eropa untuk suatu perbuatan hukum tertentu.

B.  Masa Pemerintahan Jepang
Pemerintahan Jepang memberlakukan hukum-hukum sebelumnya, namun terdapat perubahan dalam dua hal yaitu :
-       Masa jabatan Kepala Desa menjadi 4 (empat) tahun ;
-       Kepala Desa tidak boleh dipegang oleh perempuan.

C.  Masa Indonesia Merdeka
Pada masa ini masih diberlakukan aturan-aturan hukum yang telah ada, berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasal II Aturan Peralihan, yang menyatakan : “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Tujuannya adalah untuk menjaga agar jangan terjadi kekosongan hukum. Dan karena badan yang mempunyai kewenangan membentuk Undang-Undang belum ada.
Selain itu disampaikan pula materi tentang Sumber Hukum yang meliputi :
1.    Sumber Hukum Materiil ;
2.    Sumber Hukum Formil.

Sumber Hukum Formil yaitu :
a.       Undang-Undang
b.      Kebiasaan
c.       Yurisprudensi
d.      Traktat
e.       Doktrin.
Yurisprudensi adalah putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Jenis-jenis Yurisprudensi ada 2 macam yaitu :
1.      Mengikat, bersifat vertical
2.      Tidak mengikat, bersifat horizontal.
Selanjutnya disampaikan juga tentang sistem hukum. Bahwa sistem hukum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam yaitu :
1.      Eropa Kontinental
2.      Anglo Saxon
3.      Hukum Islam
4.      Hukum Adat

Hukum itu tidak statis tetapi dinamis.
Substansi dari PHI adalah pokok bahasanya adalah hukum positif, yang dibatasi oleh ruang dan waktu, yaitu hukum yang berlaku pada saat ini di Indonesia atau disebut ‘ius constitutum’.
Hukum positif meliputi : Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, Hukum Administratif Negara, Hukum Tata Usaha Negara.

II.          Hukum Pidana
Pidana adalah suatu nestapa/deruta yang ditimpahkan oleh Negara kepada mereka yang melakukan perbuatan pidana. Karena Negara ikut campur, sehingga Hukum Pidana dimasukkan dalam jenis Hukum Publik.
Hukum Pidana diatur dalam KUHP dan di luar KUHP. Sistematika dalam KUHP adalah:
1.    Buku I tentang Ketentuan-ketentuan Umum
2.    Bukku II tentang Kejahatan
3.    Buku III tentang Pelanggaran.
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHP :
1.    Asas Legalitas
Dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP menyatakan : “Tiada suatu perbuatan dapat dipidanakan kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam pe4rundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.
Tujuannya untuk membatasi hakim agar tidak bertindak sewenang-wenang.
2.    Asas Nasional Aktif
Bahwa ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan kapada WNI di Negara lain dengan syarat :
a.    Kualifikasi perbuatannya harus sama
b.    Adanya perjanjian bilateral untuk ekstradisi.
3.    Asas Teritorial
Artinya bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana di wilayah teritorial Indonesia diberlakukan ketentuan-ketentuan pidan dalam perundang-undangan Indonesia.
Jenis-jenis Pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP, meliputi :
1.      Pidana Pokok
2.      Pidana Tambahan
Kedua jenis pidana tersebut berlaku alternatif, artinya dijatuhkan salah satu, tidak dijatuhkan kedua-duanya sekaligus.

Materi yang disampaikan dan dibahas adalah tentang “Hukum Acara Pidana”. Beberapa hal yang dijelaskan antara lain :
1.    Perbedaan antara laporan dan pengaduan                                            
a.    Laporan adalah dilakukan oleh diri sendiri, sedang pengaduan dilakukan oleh orang lain.
b.    Laporan secara teori sifatnya tidak dapat dicabut, sedangkan pengaduan sifatnya bisa dicabut.
2.    Perbedaaan antara kejahatan dan pelanggaran sebagaimana tercantum dalam KUHP.
Bentuk sanksi pada pelanggaran adalah pidana kurungan atau denda, sedangkan pada kejahatan sanksinya lebih berat, yaitu sanksi badan berupa pidana penjara.
3.    Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 merupakan produk bangsa Indonesia.
UU ini didasarkan dan diundangkan dalam Lembaran Negara 21 Tahun 1981 No. 76 tanggal 31 Desember 1981.
Dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1981 maka Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Het Inlandsch Reglemen (Staablad No. 44 Tahun 1941) dan Undang-Undang No. 1 Drt. Tahun 1951 beserta semua aturan pelaksanaannya sepanjang mengenai Hukum Acara Pidana sicabut.
Tetapi HIR Perdata sampai saat ini masih berlaku di Indonesia.
4.    Beberapa proses dalam Hukum Acara Pidana
a.    Polisi melakukan 2 hal yaitu penyidikan dan penyelidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan.
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan selama 20 hari. Dalam melakukan penyelidikan Polisi wajib mengeluarkan SPDP dan jika dirasa perlu penahanan dapat ditambah 40 hari, sehingga masa penahanan maksimal adalah 20+40=60 hari.
b.    Jaksa/Penuntut Umum
Jaksa/Penuntut Umum, mempunyai kewenangan untuk melakukan penahanan selama 20 hari dan apabila dirasa perlu bisa ditambah 30 hari sehingga total masa penahanan 50 hari.
Penuntut Umum tidak wajib membuat surat dakwaan untuk tindak pidana yang diancam pidana dibawah 5 tahun, sedangkan tindak pidana yang diancam 5 tahun atau lebih wajib membuat surat dakwaan.
c.    Pengadilan
Pengadilan terdiri dari 3 tingkatan :
1)   Pengadilan Tingkat Pertama, yaitu Pengadidlan Negeri/PN
Hakim di Pengadilan Negeri mempuyai kewenangan melakukan penahanan selama 30 hari dan kalu dirasa perlu dapat ditambah 60 hari, sehingga total masa 90 hari.
2)   Pengadilan Tingkat Banding, yaitu Pengadilan Tinggi/PT
Hakim di Pengadilan Tinggi juga mempunyai kewenangan penahanan selama 30 hari dan bila perlu dapat ditambah 60 hari sehingga total masa penahanan selama 90 hari.
3)   Kasasi, yaitu Mahkamah Agung
Hakim Agung juga mampunyai kewenangan melakukan penahanan selama 50 hari dan kalu dirasa perlu dapat ditambah 60 hari sehingga total masa penahanan 110 hari.
5.    Gambaran Acara Persidangan
a.    Pada saat persidangan berlangsung : hakim berada ditengah, di meja sebelah kiri depan dan posisi hakim adalah pensehat hukum, terdakwa berada di depan/di hadapan hakim, penuntut umum berada di meja sebelah kanan belakang hakim.
b.    Proses yang terjadi dalam acara persidangan
·      Pertama-tama penuntut umum membacakan tuntutan kepada mereka.
·      Kemudian pihak terdakwa melakukan eksepsi.
Eksepsi adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara/pokok perlawanan dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan cara agar hakim menetapkan gugatan tidak diterima/ditolak. Apabila eksepsi ini tidak disetujui, maka perkara diperiksa dan diputuskan bersama-sama. Upaya hukum terhadap eksepsi ini dapat dilakukan hanya bersama-sama putusan perkara. Tetapi jika eksepsi disetujui, maka gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima dan pemeriksaan terhadap pokok perkara dihentikan.
·      Selanjutnya apabila eksepsi ditolak, maka dilanjutkan dengan pledoi atau nota pembelaan.
·      Setelah itu penuntut umum membacakan replik, yaitu jawaban penuntut (jaksa) atas tangkisan terdakwa atau pengacaranya.
·      Kemudian dilanjutkan pembacaan duplik.
Duplik adalah jawaban kedua (dari terdakwa atau penasehat hukum) sebagai jawaban atas replik.
·      Setelah semua proses terlaksana, hakim lalu mengeluarkan putusan/konklusi.

6.    Jenis-jenis Putusan
Jenis-jenis putusan ada 3, yaitu :
a.    Pemindaan, apabila terbukti.
b.    Bebas, apabila tidak terbukti.
c.    Lepas (onslag), apabila terbukti tetapi bukan perkara pidana.


7.    Upaya hukum terhadap putusan pengadilan
bagi yang tidak puas dengan putsan pengadilan, dapat melakukan upaya hukum, yaitu:
a.    Upaya hukum biasa, berupa :
1)   Banding
1.    Banding dilakukan di pengadilan Tinggi
2.    Banding dilakukan maksimal 7 hari sejak putusan dibacakan.
3.    Penasehat hukum membuat memori banding.
2)   Kasasi
1.    Dilakukan ditingkat Mahkamh Agung.
2.    Pengajuan kasasi diajukan paling lama 14 hari terhitung putusan diberitahukan.
3.    Penasehat hukum membuat memori kasasi.
b.    Upaya hukum luar biasa, berupa Peninjauan Kembali (PK)
1)   Permohonan Peninjauan Kembali dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tatap.
2)   Peninjauan Kembali tidak ada batas waktunya, karena dapat dilakukan selama ada bukti baru.
Pokok pembahasannya adalah tentang “Hukum Perdata” dan “Hukum Acara Perdata”.
I.     Hukum Perdata
1.    Hukum Perdata Materiil
Hukum Perdata Materiil dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a.    KUHPerdata
b.    Ilmu Pengetahuan
Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan meliputi :
1)   Pribadi
2)   Keluarga
3)   Kekayaan
4)   Waris

2.    Akta Pendirian
Di dalam Akta Pendirian dapat dilihat :
a.    Siapa yang menggerakkan Badan Hukum
b.    Siapa orang yang mewakili Badan Hukum

3.    Kekayaan
Kekayaan dapat berupa barang bergerak meupun barang tidak bergerak.

4.    Waris
·         Orang yang beragama Isla, dalam urusan waris wajib menggunakan hukum Islam, berdasarkan UU Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam.
·         Tidak akan mendapat warisan apabila meninggalnya pewaris diakibatkan oleh perbuatan ahli waris.
·         Boudel Waris
Boudel waris adalah kekayaan ditambah utang-utang dari pewaris.
·         Perbandingan Hukum Waris
a.    Menurut BW
-          Anak angkat sama dengan anak kandung, karena sama-sama merupakan hasil perkawinan.
-          Pembagian warisan menurut BW adalah 1 : 1, artinya bagian warisan laki-laki dan perempuan adalah sama.
b.    Menurut Hukum Islam
-          Dalam hukum Islam awalnaya tidak dikenal “ahli waris pengganti” (anak angkat). Tetapi akhirnya para ulama berdasarkan kompilasi Hukum Islam sepakat, bahwa anak angkat mendapatkan 1/3 dari bagian yang diterima anak.
-          Perbandingan waris menurut Hukum Islam adalah 2 : 1, artinya laki-laki mendapat 2 bagian dan perempuan mendapat 1 bagian.
Hal ini adil, karena waris dalam masyarakat Tionghoa, perbandingannya 1 :  artinya laki-laki mendapat 1 bagian dan perempuan  bagian.
5.    Hibah
Sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 1960, harus dilakukan di hadapan PPAT.

II.  Hukum Acara Perdata
·      Hukum Acara Perdata adalah sebagai salah satu upaya manakala seseorang haknya terganggu oleh orang lain dan orang yang haknya terganggu oleh orang lain itu bisa melakukan gugatan hukum kepada yang mengganggunya haknya itu melalui pengadilan.
·      Dasar hukum dari Hukum Acara Perdata adalah asas domisili, artinya penggugat bisa mengajukan gugatan melalui pengadilan di mana tergugat tinggal.
·      Gugatan pada prinsipnya adalah hukum dengan mengajukan surat gugatan melalui pengadilan untuk mempertahankan hak-hak seseorang dalam suatu perkara atau sengketa di pengadilan. Stelah itu berlanjut kepada posita dan petitum.
·      Posita adalah dalil-dalil konkrit tentang adanaya hubungan hukum termuat pada akhir surat gugatan.
Selanjutnya mengenai kualifikasi perbuatan dari wanprestasi (ingkar janji) dan melawan hukum.
Sebelum melakukan gugatan, harus dilakukan terlebih dahulu mediasi. Mediasi dapat dilakukan oleh hakim atau pihak lain. Jika tidak ada kesepakatan, barulah pokok perkara diperiksa.
Dalam hukum Perdata dapat dilakukan gugatan atau bisa juga permohonan.
·      Perbedaan antara gugatan dan permohonan :
-            Gugatan melibatkan pihak lain, sedangkan permohonan tidak.
Contoh dari permohonan misalnya ganti nama dan yang keluar nantinya adalah “penetapan”.
-            Sedangkan gugatan yang keluar nantinya adalah “keputusan”.
Kewajiban penggugat adalah membuat surat gugatan, sedangkan kewajiban tergugat adalah membuat jawaban (apabila tergugat hadir dalam acara persidangan). Dalam hal persidangan, penggugat duduk di barisan penuntut umum, seolah-oalh adalah penuntut umum.
Jika tergugat tidak hadir tiga kali beturut-turut, maka penggugat bisa meminta hakim untuk memutuskan perkara tanpa hadirnya tergugat. Tergugat dapat mengurus perkara itu, 14 hari sejak keputusan diumumkan. Apabila penggugat ingin mengubah/memperbaiki gugatannya, maka harus meminta izin dahulu kepada tergugat.
Materi yang disampaikan dan dibahas adalah mengenai “Hukum Agraris” dan “Peradilan Tata Usaha Negara”.
I.          Hukum Agraria
·      Hukum Agraria diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria atau disingkat UUPA.
·      Menurut Prof. Budi Harsono, UUPA merupakan Hukum Adat yang disaneer, artinya bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar adalah hukum adat yang sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya.
·      UUPA merupakan UU yang paling dinamis karena sampai sekarang belum ada revisi dan mampu mengikuti perkembangan zaman.
·      Perjanjian atas tanah yang dilakukan di hadapan kepala desa adalah sah jika dilakukan sebelum keluarganya UUPA.
·      Dalam UUPA diatur juga bahwa jual gadai atas tanah paling lama 7 tahun harus dikembalikan kepada pemilik semula, karena dianggap telah menikmati hasilnya.
·      Tanggal 25 September 1980 merupakan batas akhir konversi hak tanah berdasarkan Hukum Barat/Eropa, sehingga apabila tidak dilakukan maka tanah tersebut menjadi milik Negara.
·      Pasal 6 UUPA menyebutkan bahwa Hak Milik mempunyai fungsi sosial, walaupun baru sebatas normatif dan pada kenyataannya tidak.
·      Dalam Pasal 33 UUD 1945 dinyatakan di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, artinya mempunyai Asas Manfaat.
Hal tersebut mengandung maksud bahwa tanah harus dimanfaatkan dan tidak boleh ditelantarkan.
·      Dalam UUPA todak diperkenankan adanya tanah guntai.
Tanah guntai adalah tanah yang letaknya berada dengan domisili pemiliknya. Menurut UUPA, domisili pemilik mengikuti letak tanah dan mengikuti domisili pemilik. Namun dalam kenyataanya banyak orang yang memiliki tanh yang berbeda dengan domisilinya.
·      Macam-macam hak atas tanah menurut UUPA :
1.      Hak Milik (HM)
2.      Hak Guna Bangunan (HGB)
3.      Hak Guna Usaha (HGU)
4.      Hak Pakai.
Hak Milik merupakan hak yang terkuat karena tidak memiliki batas waktu, sedangkan hak yang lain dibatasi oleh waktu. Sejak tahun 1982 Hak Milik dapat berubah menjadi Hak Guna Bangunan atau sebaliknya. Hak Guna Usaha biasanya diberikan kepada pemohon pengguna tanah Negara.

II.          Peradilan Tata Usaha Negara
·      UU No. 5 Tahun 1986 memuat 2 aturan, yaitu :
a.    Hukum Materiil
b.    Hukum Formil
·      Filosofi dikelurkannya UU No. 5 Tahun 1986 adalah agar para pejabat tidak bertindak melampaui batas kewenangannya.
·      Obyek Hukum Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara.
·      Subyek dari putusan Peradilan Tata Usaha Negara :
a.    Tertulis
b.    Konkrit
c.    Individual
d.   Final
e.    Bertentangan dengan Undang-Undangan
·      Jika putusaan telah dikeluarkan, bagi tergugat dapat melakukan upaya banding, yaitu 90 hari sejak putusan itu diberitahukan.
·      Bentuk-bentuk cara pemeriksaan dalam Peradilan Tata Usaha Negara ada 2 cara :
1.         Acara Pemeriksaan Cepat
Acara Pemeriksaan Cepat dilakukan khusus untuk kepentingan umum.
Acara pemeriksaan Cepat diajukan bersama pengajuan surat gugatan dan bisa melalui kuasa.
2.         Acara Pemeriksaan Biasa
Acara Pemeriksaan Biasa apabila perkara tersebut setelah adanya pemriksaan pendahuluan dan apabila ada kekurangan dikembalikan selama 30 hari untuk diperbaharui.
3.         Sifat dari Peradilan Tata Usaha Negara :
1.    Baik penggugat maupun tergugat boleh mengubah gugatan ataupun jawabannya.
2.    Tidak ada mediasi
3.    Tergugat tidak boleh melakukan gugatan reconvensi/gugatan baik.
4.        Gugatan dapat bersufat komulatif artinya selain membatalkan, bisa juga menuntut gantu rugi dan rehabilitasi.

4 comments:

Note: Only a member of this blog may post a comment.